Prediksi Kenaikan UMP 2026

Inflasi 2,72 persen Jadi Acuan, Prediksi Kenaikan UMP 2026 Masih Rendah

Inflasi 2,72 persen Jadi Acuan, Prediksi Kenaikan UMP 2026 Masih Rendah
Inflasi 2,72 persen Jadi Acuan, Prediksi Kenaikan UMP 2026 Masih Rendah

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi hingga November 2025 berada di level 2,72% secara tahunan (year-on-year). Angka inflasi ini menjadi salah satu variabel utama dalam formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang segera diputuskan pemerintah.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai angka inflasi tersebut akan menghasilkan kenaikan UMP yang masih jauh dari harapan pekerja. Ia menegaskan bahwa inflasi tetap menjadi komponen utama dalam formula penetapan UMP sesuai PP 51/2023.

"Meskipun pemerintah menunda skema satu angka untuk 2026, dasar perhitungannya tetap mengacu pada variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta indeks alfa yang ditetapkan masing-masing daerah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (2/12/2025). Dengan demikian, mekanisme perhitungan UMP tetap mengikuti pedoman resmi meski skema tunggal ditunda.

Dengan inflasi 2,72% dan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di kisaran 5%, Mirah memperkirakan kenaikan UMP 2026 secara nasional hanya akan berada di rentang 4%–7%. Angka pastinya sangat bergantung pada indeks alfa yang dipilih oleh pemerintah daerah masing-masing.

Tuntutan Pekerja Masih Belum Terpenuhi

Menurut Mirah, angka 4%–7% masih jauh dari harapan serikat pekerja. Kenaikan ideal seharusnya berada di kisaran 8%–10% agar mampu mengejar kenaikan biaya hidup riil yang dirasakan pekerja setiap hari.

Ia menjelaskan bahwa biaya hidup riil seperti harga pangan, transportasi, dan perumahan sering kali meningkat lebih cepat daripada angka inflasi resmi BPS. Oleh karena itu, UMP harus menjadi instrumen untuk menjaga daya beli pekerja, bukan sekadar angka statistik.

Lebih lanjut, Mirah mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan disparitas antar wilayah. Banyak provinsi dengan biaya hidup jauh di atas rata-rata nasional, namun kenaikan UMP-nya tetap rendah karena terikat formula yang sama.

"Kami menilai UMP harus menjadi instrumen untuk menjaga daya beli, mengurangi kemiskinan pekerja, dan mendorong produktivitas, bukan semata angka statistik," tegasnya. Dengan demikian, formula UMP perlu lebih fleksibel agar sesuai kondisi lokal tiap daerah.

Pendekatan KSPN dan Perhitungan Kenaikan Daerah

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menekankan bahwa formulasi pokok penghitungan kenaikan upah minimum masih seperti sebelumnya. Rumusnya adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu yang memperhitungkan kebutuhan hidup layak.

"Perubahan dikit hanya pada pemahaman index tertentu yang mempertimbangkan pendekatan kebutuhan hidup layak. Putusan Mahkamah Konstitusi begitu perintahnya. Jadi inflasi masih jadi salah satu parameter perhitungan kenaikan upah," jelas Ristadi. Pendekatan ini tetap menempatkan inflasi sebagai variabel penting meski ada penyesuaian pada indeks alfa.

Ristadi menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah menegaskan bahwa kenaikan upah minimum tidak satu angka seperti tahun ini yang sebesar 6,5%. Dengan mekanisme ini, kenaikan upah bakal berbeda-beda tiap daerah sesuai perhitungan formula yang berlaku.

"Kenaikan upah minimum tiap daerah akan berbeda-beda sesuai hitungan formulasi di atas," tandasnya. Hal ini memberi fleksibilitas bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan kenaikan upah sesuai kondisi ekonomi lokal.

Peran Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi 2,72% hingga November 2025 menjadi sinyal penting bagi perhitungan UMP 2026. Angka ini menjadi tolok ukur utama dalam menentukan berapa persentase kenaikan upah minimum yang realistis bagi pekerja.

Pertumbuhan ekonomi nasional yang diproyeksikan sekitar 5% juga masuk dalam perhitungan UMP. Faktor ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap menjadi salah satu indikator kunci bagi pemerintah untuk menetapkan angka kenaikan upah minimum.

Meski begitu, serikat pekerja menilai bahwa formula tersebut belum mencerminkan biaya hidup riil. Kenaikan UMP yang terlalu rendah dikhawatirkan tidak cukup menjaga daya beli pekerja di tengah tekanan harga pangan dan transportasi yang terus meningkat.

Sementara pemerintah menekankan fleksibilitas perhitungan, serikat pekerja meminta formula UMP lebih responsif terhadap kondisi ekonomi riil tiap daerah. Dengan begitu, kenaikan upah dapat mencegah kemiskinan pekerja sekaligus mendorong produktivitas nasional.

Penetapan UMP 2026 menjadi momen penting bagi pemerintah, pekerja, dan pengusaha. Keputusan ini akan memengaruhi daya beli, kesejahteraan, dan motivasi kerja di berbagai sektor ekonomi.

Inflasi tetap menjadi variabel utama dalam formula UMP, namun ada tambahan pertimbangan indeks alfa per wilayah. Penyesuaian ini memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengakomodasi kebutuhan hidup masyarakat lokal.

Secara keseluruhan, kenaikan UMP 2026 diproyeksikan lebih bervariasi antar daerah dibandingkan tahun sebelumnya. Pendekatan formula yang menimbang inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks alfa menjadi strategi untuk menyeimbangkan kepentingan pekerja dan daya saing perusahaan.

Kritik dari serikat pekerja menyoroti perlunya formula yang lebih adaptif terhadap biaya hidup riil. Hal ini penting agar UMP benar-benar menjadi instrumen perlindungan pekerja, bukan sekadar angka administratif semata.

Dengan kombinasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar, pemerintah diharapkan mampu menetapkan UMP 2026 yang realistis namun tetap memenuhi kebutuhan pekerja. Proses ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan pekerja, pengusaha, dan stabilitas ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index