Surplus Beras Indonesia

Surplus Beras Indonesia 2025 Buka Peluang Stabilisasi Harga Nasional

Surplus Beras Indonesia 2025 Buka Peluang Stabilisasi Harga Nasional
Surplus Beras Indonesia 2025 Buka Peluang Stabilisasi Harga Nasional

JAKARTA - Indonesia diprediksi mencatatkan surplus produksi beras sepanjang 2025. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi beras dari Januari hingga Desember 2025 mencapai 34,7 juta ton, meningkat 13,54% dibanding tahun sebelumnya.

Dengan volume tersebut, surplus beras nasional diperkirakan mencapai sekitar 3,87 juta ton. Kelebihan produksi ini memberi pemerintah ruang untuk menekan harga di pasar agar tetap stabil.

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Reynaldi Sarijowan, menyatakan bahwa penurunan harga sudah mulai terlihat di zona distribusi 1 dan 2. Hal ini menunjukkan surplus beras nasional mulai memberi dampak pada tingkat harga di beberapa wilayah.

Di Jabodetabek, harga beras medium dipatok sekitar Rp 13.450 per kilogram. Angka ini sedikit di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah mengalami penyesuaian Rp 500–Rp 1.000, sementara beras premium di sebagian besar wilayah sudah menyentuh HET.

Disparitas Harga Masih Terjadi di Wilayah Timur

Meski surplus terjadi, disparitas harga tetap muncul di zona 3, terutama Papua. Infrastruktur terbatas dan tingginya biaya logistik membuat harga beras medium berada di kisaran Rp 15.500 per kilogram, naik 0,20% dari periode sebelumnya.

Beras premium bahkan melambung sekitar 4% di atas HET. Kondisi ini menunjukkan bahwa distribusi dan biaya logistik masih menjadi kendala utama stabilisasi harga beras di wilayah terpencil.

Reynaldi menekankan bahwa zona 3 membutuhkan perlakuan khusus agar dapat mengikuti pola stabilisasi nasional. Apalagi, menjelang periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), permintaan beras biasanya meningkat, sehingga pengelolaan stok dan panen menjadi krusial.

Koordinasi antara pemerintah pusat, pedagang, dan pemerintah daerah menjadi kunci untuk menahan disparitas harga. Stabilisasi harga beras di zona 3 harus mempertimbangkan logistik, distribusi, dan ketersediaan stok lokal.

Ancaman Biaya Mempertahankan Harga

Reynaldi menilai tren kenaikan HET tahunan membuat peluang harga beras turun cukup terbatas. Selain dipengaruhi HET, harga akhir di pasar juga tertekan oleh kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan biaya penggilingan.

Meski begitu, ia melihat peluang stabilisasi pada 2026 jika pemerintah menyiapkan panen raya dengan manajemen pasok yang matang. Program gerakan pangan murah dan operasi pasar dinilai masih relevan untuk menahan gejolak harga menjelang periode penting seperti Nataru.

Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional disebut Reynaldi sebagai pemangku kepentingan penting dalam koordinasi stabilisasi. Sinergi antarlembaga ini diharapkan mampu menjaga ketersediaan dan harga beras agar tetap wajar.

Reynaldi memproyeksikan harga beras medium pada 2026 akan bertahan di rentang Rp 13.000–Rp 14.000 per kilogram. “Harga tidak akan jatuh lebih rendah selama komponen biaya produksi terus meningkat,” ujarnya kepada KONTAN.

Komoditas Lain dan Tren Harga

Selain beras, sejumlah komoditas lain juga menunjukkan tren kenaikan harga. Bawang merah dan bawang putih, misalnya, naik meski kenaikannya dianggap tidak signifikan.

Tren harga ini mencerminkan tekanan biaya produksi yang masih ada pada berbagai komoditas pangan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa stabilisasi harga tidak hanya bergantung pada surplus beras, tetapi juga manajemen komoditas lainnya.

Kesiapan pemerintah dalam mengelola pasokan dan distribusi menjadi faktor penentu keberhasilan menjaga harga tetap stabil. Panen raya yang terkoordinasi dengan baik akan membantu menekan gejolak harga di pasar lokal dan nasional.

Distribusi yang merata dari wilayah produksi ke konsumen menjadi tantangan tersendiri. Apalagi di daerah dengan keterbatasan infrastruktur, harga bisa tetap tinggi meski produksi surplus.

Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) juga menjadi instrumen penting untuk menahan lonjakan harga. Namun, keberhasilan HET bergantung pada pengawasan dan implementasi di lapangan.

Reynaldi menekankan pentingnya strategi nasional yang fleksibel dan adaptif terhadap kondisi lokal. Koordinasi yang solid antara pemerintah, pedagang, dan produsen akan menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan harga.

Surplus beras 2025 menunjukkan Indonesia memiliki kapasitas produksi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan manajemen pasok yang baik, surplus ini dapat dimanfaatkan untuk menstabilkan harga menjelang periode Natal dan Tahun Baru.

Selain aspek logistik, edukasi bagi pedagang dan konsumen juga dibutuhkan. Pemahaman tentang HET, stok, dan ketersediaan produk akan membantu menjaga harga tetap wajar.

Koordinasi lintas kementerian menjadi kunci untuk mengelola surplus secara optimal. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian diharapkan bekerja sama dengan Badan Pangan Nasional untuk memastikan distribusi merata.

Dengan pengelolaan yang tepat, surplus beras 3,87 juta ton ini bisa menjadi momentum stabilisasi harga nasional. Strategi pasok, operasi pasar, dan pengawasan HET akan menentukan keberhasilan menjaga daya beli masyarakat.

Pemantauan harga secara berkala penting dilakukan. Hal ini untuk memastikan harga beras di seluruh zona distribusi tetap berada dalam batas wajar, termasuk di Papua dan wilayah terpencil lainnya.

Ke depan, pemerintah diharapkan mampu memanfaatkan surplus beras ini untuk menjaga stabilitas pangan nasional. Penanganan yang tepat akan mendukung ketersediaan pangan, daya beli masyarakat, dan keamanan pangan secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index