Ekspor Kelapa RI

Lonjakan Ekspor Kelapa RI ke China Picu Krisis Bahan Baku Dalam Negeri

Lonjakan Ekspor Kelapa RI ke China Picu Krisis Bahan Baku Dalam Negeri
Lonjakan Ekspor Kelapa RI ke China Picu Krisis Bahan Baku Dalam Negeri

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor kelapa bulat (HS 08011200) melonjak signifikan sepanjang Januari—Oktober 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan total ekspor mencapai US$208,2 juta, naik 143,90% dibanding periode sama tahun 2024.

China menjadi tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$171,3 juta. Posisi kedua ditempati Vietnam senilai US$34,4 juta dan Malaysia US$1,2 juta selama periode tersebut.

“Negara tujuan utama ekspor kelapa bulat dari Januari—Oktober 2025, ini yang pertama adalah China, itu sebesar US$171,3 juta, kemudian Vietnam sebesar US$34,4 juta, dan Malaysia sebesar US$1,2 juta,” ujar Pudji.

Secara tahunan, ekspor kelapa bulat Indonesia juga meningkat menjadi US$22,8 juta. Angka ini tumbuh 71,37% year-on-year (YoY), meski secara month-to-month (MtM) turun tipis 1,29%.

Dampak Lonjakan Ekspor terhadap Industri Domestik

Lonjakan ekspor ini ternyata menimbulkan tekanan pada industri dalam negeri. Banyak pabrik hanya mampu beroperasi di kapasitas minim karena kekurangan bahan baku kelapa.

Center of Reform on Economics (Core) Indonesia mencatat peningkatan ekspor ke China membuat industri domestik kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku. Beberapa pabrik bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pengamat Pertanian dari Core Indonesia, Eliza Mardian, menuturkan tren ekspor kelapa bulat dan kopra selama 2–3 tahun terakhir meningkat signifikan. “Tren ekspor kelapa khususnya kelapa bulat dan kopra menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, baik dari sisi nilai maupun kuantitasnya karena ada kenaikan permintaan global di tengah supply terbatas,” kata Eliza.

Lonjakan ekspor lebih banyak dipicu oleh harga internasional yang menarik daripada peningkatan produksi domestik. “Karena harga ekspor lebih menarik, banyak yang memilih ekspor ketimbang pemenuhan dalam negeri. Makanya harga di dalam negeri melonjak,” ungkapnya.

Krisis Bahan Baku dan Kapasitas Produksi

Beberapa perusahaan industri kelapa harus beroperasi di kapasitas hanya sekitar 33% dari total kapasitas. Kondisi ini menyebabkan sebagian pabrik terpaksa melakukan PHK pekerja karena kesulitan memperoleh bahan baku.

“Industri kesulitan bahan baku, kapasitas idle-nya masih besar. Beberapa pabrik bahkan harus PHK pekerjanya,” pungkas Eliza. Situasi ini memperlihatkan ketergantungan industri dalam negeri terhadap aliran pasokan kelapa yang kini lebih banyak diarahkan ke pasar ekspor.

Selain itu, meningkatnya permintaan global juga mendorong harga kelapa dalam negeri melonjak. Kenaikan harga ini menimbulkan tekanan tambahan bagi pelaku industri lokal, terutama mereka yang mengandalkan kelapa sebagai bahan baku utama.

Strategi Menghadapi Lonjakan Permintaan Global

Lonjakan ekspor yang pesat menunjukkan peluang besar bagi pendapatan negara. Namun, pemerintah dan pelaku industri perlu menyeimbangkan antara kepentingan ekspor dan kebutuhan domestik.

Peningkatan harga kelapa dan kelangkaan bahan baku bisa memicu inflasi dalam sektor industri pengolahan. Oleh karena itu, pengaturan kuota ekspor atau pemberian insentif untuk produksi dalam negeri menjadi langkah strategis yang patut dipertimbangkan.

Dengan manajemen yang tepat, Indonesia tetap bisa memanfaatkan momentum ekspor ke China tanpa menimbulkan krisis bahan baku. Sinergi antara pemerintah, eksportir, dan industri domestik menjadi kunci menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan.

Lonjakan ekspor kelapa bulat ke China sepanjang Januari—Oktober 2025 memang menguntungkan dari sisi nilai. Namun, dampaknya terhadap industri dalam negeri dan tenaga kerja harus menjadi perhatian utama agar pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index