Insentif Otomotif

Insentif Otomotif Dipertahankan Pemerintah Demi Redam Kontraksi Industri Nasional 2025

Insentif Otomotif Dipertahankan Pemerintah Demi Redam Kontraksi Industri Nasional 2025
Insentif Otomotif Dipertahankan Pemerintah Demi Redam Kontraksi Industri Nasional 2025

JAKARTA - Kementerian Perindustrian kembali menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan industri otomotif nasional di tengah tekanan pasar yang masih berlangsung sepanjang 2025. Upaya tersebut ditempuh melalui pengajuan insentif baru yang diharapkan dapat menstimulasi permintaan dan menahan laju penurunan produksi kendaraan dalam negeri.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa sektor otomotif memiliki daya ungkit besar terhadap ekonomi nasional. Ia menyebutkan bahwa industri ini terhubung ke berbagai rantai pasok sehingga kontraksi yang terjadi dapat berpengaruh luas ke tenaga kerja, nilai tambah, dan aktivitas ekonomi di berbagai sektor pendukung.

"Sektor ini merupakan sektor yang sangat penting, terlalu penting untuk kita abaikan, tidak mungkin kita abaikan. Forward, backward linkage yang luar biasa besar, penyerapan tenaga kerjanya juga luar biasa besar, nilai tambah untuk ekonominya juga luar biasa besar", ujar Menperin di Jakarta, Selasa (2/12/2025). Ia menegaskan bahwa alasan tersebut menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk terus mengusulkan stimulus bagi industri otomotif.

Menurut Agus, dorongan insentif bukan hanya penguatan jangka pendek tetapi juga bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga daya saing industri nasional. Ia menambahkan bahwa kontraksi penjualan yang terjadi sepanjang tahun perlu mendapatkan intervensi agar tidak menimbulkan dampak lebih besar.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan signifikan dalam penjualan kendaraan tahun ini. Penjualan wholesales dari Januari hingga Oktober 2025 hanya mencapai 634.844 unit dan mencatat penurunan 10,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Secara retail sales, penjualan selama Januari–Oktober 2025 mencapai 660.659 unit atau turun 9,6 persen dari angka tahun lalu. Kondisi ini menggambarkan tekanan permintaan yang terus terjadi, meskipun ada sejumlah segmen yang tetap menunjukkan pertumbuhan.

Insentif Baru Disiapkan untuk Sisi Permintaan dan Produksi

Menperin menegaskan bahwa seluruh kebijakan insentif yang sedang disiapkan mencakup dua sisi sekaligus yaitu demand dan supply. Upaya tersebut dilakukan karena pemerintah ingin memastikan bahwa penguatan industri tidak hanya terjadi pada tingkat penjualan, tetapi juga pada kapasitas produksi dalam negeri.

"Oleh sebab itu, merupakan tanggung jawab kami. Hal yang salah kalau kami tidak perjuangkan", ungkap Agus menegaskan komitmen kementeriannya. Ia memastikan bahwa pengajuan insentif ini akan terus didorong meskipun kondisi ekonomi dan pasar otomotif sedang mengalami tekanan.

Kementerian Perindustrian melihat pentingnya mendorong sektor otomotif sebagai salah satu fondasi industri manufaktur nasional. Industri ini menampung jutaan pekerja dan menggerakkan puluhan ribu UMKM yang berperan dalam rantai suplai komponen kendaraan.

Jika tidak ada intervensi kebijakan, penurunan penjualan dikhawatirkan berdampak pada efisiensi produksi yang dapat memicu pengurangan jam kerja bahkan potensi PHK. Oleh karena itu, insentif dianggap sebagai langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjaga stabilitas industri.

Kementerian juga tengah mengkaji berbagai skema yang memungkinkan industri otomotif dalam negeri tetap kompetitif. Selain dukungan pada produsen, pemerintah mengupayakan agar daya beli konsumen dapat terjaga melalui stimulus harga tertentu.

Pemerintah menilai bahwa tahun 2026 akan menjadi periode penting dalam restrukturisasi insentif otomotif. Kebijakan yang tepat diharapkan dapat membangkitkan permintaan tanpa mengganggu keseimbangan fiskal negara.

Lonjakan EV dan Tantangan Produk Impor dalam Ekosistem Industri

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan bahwa tren penjualan kendaraan listrik (EV) meningkat tajam sepanjang periode Oktober hingga Januari 2025. Kenaikan ini menjadi sorotan karena mayoritas penjualan berasal dari kendaraan impor yang masuk secara completely built up (CBU).

Dari total penjualan EV tahun 2025 yang berjumlah 69.146 unit, sebanyak 73 persen merupakan kendaraan impor. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena peningkatan penjualan tidak memberikan dampak signifikan terhadap nilai tambah industri nasional.

Febri menegaskan bahwa situasi tersebut harus menjadi catatan penting dalam menilai kekuatan industri otomotif secara keseluruhan. Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan pada satu segmen tidak dapat dijadikan indikator bahwa industri sedang dalam kondisi kuat.

Menurut Febri, segmen kendaraan yang diproduksi di dalam negeri justru menunjukkan penurunan signifikan. Penurunan ini berpotensi melemahkan kontribusi manufaktur terhadap ekonomi jika tidak segera mendapatkan dukungan pemerintah.

Kebijakan insentif mobil listrik berupa pembebasan bea masuk dan PPnBM nol persen telah diberlakukan untuk mendorong uji pasar. Namun ia mengakui bahwa manfaat dari insentif tersebut sebagian besar justru dinikmati oleh produk impor.

Ia menyebut bahwa tujuan jangka panjang seharusnya diarahkan pada penguatan kapasitas produksi kendaraan listrik dalam negeri. Dengan demikian, nilai tambah industri dapat kembali ke perekonomian nasional dan membuka lapangan kerja baru.

Menata Ulang Strategi Industri Menuju Ekosistem Otomotif Berkelanjutan

Kemenperin menilai bahwa restrukturisasi insentif diperlukan untuk mengarahkan pertumbuhan EV agar memberikan dampak ekonomi domestik. Pemerintah berharap lebih banyak produsen yang mendirikan fasilitas produksi lokal agar ekosistem otomotif beralih menjadi lebih kuat dan mandiri.

Penurunan penjualan kendaraan konvensional turut menjadi pertimbangan penting dalam menentukan arah kebijakan. Pemerintah ingin memastikan bahwa transisi menuju kendaraan listrik tidak justru melemahkan industri yang sudah mapan.

Selain itu, struktur insentif di masa mendatang akan dirancang agar tidak hanya menguntungkan salah satu segmen. Pemerintah menilai keseimbangan antara pengembangan teknologi baru dan keberlanjutan produksi lokal harus menjadi prioritas utama.

Kemenperin juga menekankan pentingnya kolaborasi antara industri kendaraan listrik dan industri komponen lokal. Penguatan hulu-hilir dinilai sebagai langkah penting yang dapat memperkuat daya saing industri nasional dalam jangka panjang.

Pada akhirnya, seluruh kebijakan yang diambil pemerintah terus diarahkan untuk memperkuat fondasi industri otomotif Indonesia. Pemerintah menegaskan bahwa industri ini harus tetap menjadi lokomotif pertumbuhan manufaktur meskipun tantangan global dan domestik terus berkembang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index