BMKG

Peringatan Cuaca Ekstrem BMKG Jelang Nataru 2025 Jadi Sorotan Nasional

Peringatan Cuaca Ekstrem BMKG Jelang Nataru 2025 Jadi Sorotan Nasional
Peringatan Cuaca Ekstrem BMKG Jelang Nataru 2025 Jadi Sorotan Nasional

JAKARTA - Menjelang meningkatnya arus perjalanan libur Natal dan Tahun Baru 2025, perhatian publik kini tertuju pada peringatan cuaca ekstrem yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Lonjakan potensi cuaca berbahaya ini diprediksi akan mengganggu mobilitas masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam rapat koordinasi nasional, Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menegaskan bahwa beberapa bentuk risiko hidrometeorologi diperkirakan meningkat tajam. Potensi tersebut meliputi hujan ekstrem, angin kencang, petir merusak, puting beliung, hujan es, hingga gangguan jarak pandang yang dapat menghambat penerbangan dan pelayaran.

"Trennya terus naik. Jawa Barat memimpin frekuensi kejadian hujan ekstrem dan angin kencang, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur, ini harus menjadi perhatian kita bersama," ujar Faisal dalam keterangan pers pada Rabu, 3 Desember 2025.

BMKG menyampaikan bahwa kondisi ini dipicu oleh aktivitas berbagai fenomena atmosfer yang akan mendominasi cuaca nasional. Beberapa sistem cuaca tersebut diperkirakan aktif sejak minggu kedua Desember hingga memasuki awal Januari.

Monsoon Asia menjadi salah satu faktor yang mendorong meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia. Selain itu, adanya anomali Madden Julian Oscillation, gelombang Kelvin, dan Rossby Equator turut memicu terbentuknya hujan ekstrem.

Di sisi lain, BMKG memperingatkan bahwa seruak dingin Siberia berpotensi memperkuat intensitas hujan di sejumlah daerah. Fenomena ini juga dipengaruhi oleh peluang tumbuhnya bibit siklon tropis di kawasan selatan Indonesia.

Beberapa wilayah yang perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi pembentukan bibit siklon telah diidentifikasi. Wilayah tersebut antara lain Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa, Bali, NTB, NTT, Maluku, Papua Selatan, serta Papua Tengah.

BMKG mengingatkan bahwa Indonesia memang tidak berada di jalur utama siklon tropis. Namun anomali cuaca dapat menyebabkan penyimpangan, seperti yang terjadi pada Siklon Senyar yang sebelumnya menimbulkan kerusakan luas dan hujan ekstrem lebih dari 380 mm per hari di Aceh.

Pada periode 28 Desember hingga 10 Januari, sebagian besar wilayah Indonesia diproyeksikan mengalami peningkatan curah hujan yang signifikan. Jawa, Bali, NTT, NTB, bagian Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan diperkirakan menghadapi hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan akumulasi mencapai 300–500 mm per bulan.

Selain hujan lebat, potensi banjir rob juga diprediksi meningkat di beberapa daerah pesisir. Jakarta, Banten, dan wilayah Pantura Jawa Barat menjadi lokasi yang perlu bersiaga akibat fase perigee dan bulan purnama pada pertengahan Desember.

Untuk mengantisipasi ancaman cuaca ekstrem, BMKG bekerja sama dengan BNPB telah mengaktifkan Operasi Modifikasi Cuaca di sejumlah titik strategis. Operasi tersebut difokuskan pada tiga bandara utama yaitu Sultan Iskandar Muda di Aceh, Kualanamu di Sumatera Utara, dan Bandara Padang.

Operasi Modifikasi Cuaca dilakukan dengan metode penyemaian NACL atau Calcium Oxide untuk menurunkan intensitas hujan. Upaya ini diarahkan pada wilayah padat penduduk atau daerah yang berisiko tinggi mengalami bencana.

Namun, BMKG menegaskan bahwa pelaksanaan OMC hanya dapat dilakukan berdasarkan status siaga darurat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pertimbangan tersebut mencakup tingginya biaya operasional serta risiko teknis yang mungkin terjadi.

"OMC hanya bisa dilakukan bila gubernur menetapkan status siaga darurat. Tanpa itu, operasi tidak bisa dijalankan karena biaya dan risikonya sangat besar," jelas Faisal dalam penjelasannya.

BMKG menambahkan bahwa siklon tropis dapat diprediksi hingga delapan hari sebelumnya sehingga peringatan dini dapat disampaikan lebih cepat. Hal ini sudah dilakukan dalam kasus Siklon Senyar yang telah berulang kali diberikan peringatannya.

Pemerintah daerah diharapkan aktif berkonsultasi dengan Balai Besar BMKG untuk mempercepat langkah mitigasi. Rapat koordinasi penting bersama Forkopimda perlu dilakukan agar sistem respons dini dapat berjalan optimal menjelang puncak libur Nataru.

Untuk memperkuat kesiapsiagaan nasional, BMKG membuka posko di berbagai bandara dan pelabuhan utama. Selain itu, sejumlah aplikasi pendukung seperti radar cuaca, pemantauan jalan DWT, dan sistem Inawis untuk laut turut disiagakan.

Menteri Dalam Negeri turut menyoroti beberapa peristiwa besar yang menjadi pelajaran penting menjelang libur panjang akhir tahun. Banjir bandang dan longsor di Cilacap dan Banjarnegara serta bencana luas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat menjadi penanda bahwa ancaman bisa muncul sewaktu-waktu.

"Kita belum tahu apa yang menghadang ke depan. Sama seperti yang terjadi di Sumatra Utara, kejadiannya sangat cepat dan kita mungkin kurang siap," tegasnya dalam sesi koordinasi lanjutan.

Di akhir pemaparannya, Faisal menekankan pentingnya mengubah peringatan dini menjadi tindakan nyata. Ia menyebut bahwa kesiapsiagaan harus dibangun dari tingkat pusat hingga daerah untuk mengurangi jumlah korban jiwa.

"Rapat ini penting agar kita memiliki kesiapsiagaan dengan awas, siaga menuju keselamatan. Early warning menimbulkan early action menuju zero victim," pungkasnya.

Dengan kondisi atmosfer yang semakin dinamis, masyarakat diimbau untuk terus memperbarui informasi cuaca secara berkala. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga keamanan dan kelancaran aktivitas selama masa libur Natal dan Tahun Baru 2025.

Melihat tingginya mobilitas masyarakat pada periode tersebut, potensi gangguan perjalanan baik darat, laut, maupun udara menjadi hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Pemerintah mengajak seluruh pihak untuk memastikan rencana perjalanan disesuaikan dengan perkembangan cuaca terbaru.

Antisipasi dini menjadi kunci dalam mengurangi risiko keselamatan selama masa liburan panjang. Dengan keterlibatan aktif pemerintah daerah, instansi teknis, hingga masyarakat, dampak cuaca ekstrem dapat diminimalkan.

Memasuki Desember 2025, koordinasi dan kesiapsiagaan menjadi faktor penentu dalam menghadapi dinamika cuaca nasional. BMKG memastikan seluruh sistem monitoring tetap aktif untuk memberikan informasi yang akurat dan cepat kepada masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index