JAKARTA - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menyoroti perlunya kajian risiko holistik untuk pengurangan risiko bencana banjir dan longsor. Ketua Bidang Kebencanaan dan Perubahan Iklim PII, Prof. I Wayan Sengara, menekankan pentingnya memahami kondisi lereng dan kerentanannya sebagai dasar mitigasi bencana.
Banjir bandang di beberapa wilayah Sumatra seperti Sibolga, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh disebabkan oleh aliran tanah dan material dari lereng tinggi ke dataran rendah. Kondisi curah hujan tinggi mempercepat kelongsoran lereng sehingga berdampak pada permukiman di sekitarnya.
Peran Vegetasi dan Keseimbangan Ekosistem
Kerentanan lereng meningkat akibat perubahan kondisi alamiah dan berkurangnya vegetasi. Akar pohon yang hilang mengurangi kekuatan geser tanah serta mengurangi infiltrasi air, sehingga mempercepat aliran permukaan yang memicu erosi dan longsor.
Kehilangan vegetasi di hulu juga mengganggu keseimbangan hidrologis di dataran rendah. Debit aliran air meningkat di musim hujan, memperbesar risiko banjir bandang dan luapan sungai.
Tiga Solusi Pengurangan Risiko Bencana
PII merekomendasikan tiga strategi utama untuk mengurangi risiko bencana banjir dan longsor. Pertama adalah solusi berbasis alam, seperti reboisasi, konservasi hutan, dan pemulihan vegetasi di lereng dan tepian sungai untuk menahan aliran air dan mengurangi erosi.
Untuk kawasan perkotaan, strategi ini termasuk penghijauan, infrastruktur hijau, dan penanaman atap hijau. Langkah-langkah ini membantu menahan air hujan, memperlambat aliran permukaan, dan mendukung sistem drainase alami.
Solusi kedua adalah rekayasa dan struktural, yang meliputi pembangunan dinding penahan tanah, tanggul, dan sistem drainase yang lebih baik. Infrastruktur ini berfungsi melindungi permukiman dari aliran tanah dan mengendalikan banjir di wilayah rawan.
Rekomendasi ketiga mencakup kebijakan, tata kelola, dan keterlibatan masyarakat. Strategi ini termasuk penataan kawasan berbasis risiko banjir dan longsor, pembatasan pembangunan di area berbahaya, serta sistem peringatan dini berbasis masyarakat.
Mitigasi Longsor di Kawasan Permukiman
Ahli kegunungapian PII, Surono, menekankan langkah-langkah preventif di lereng permukiman. Terasering pada lereng sedang hingga curam dapat mengurangi beban tambahan dari bangunan dan menurunkan risiko longsor.
Pembangunan pemukiman harus dihindari di atas, pada, atau di bawah lereng terjal. Selain itu, pemukiman tidak disarankan di bantaran sungai untuk mengurangi risiko terdampak banjir bandang.
Peringatan Dini dan Observasi Lingkungan
Masyarakat dapat mengenali tanda-tanda bencana secara dini. Perubahan posisi tanaman, tiang listrik yang condong, atau munculnya retakan tanah menjadi indikator potensi longsor yang harus segera ditangani.
Pemantauan debit sungai juga penting untuk mengantisipasi banjir bandang. Jika aliran sungai berubah menjadi keruh atau debit meningkat secara tiba-tiba, warga disarankan segera mengungsi ke tempat aman.
Peran Infrastruktur dan Dukungan Komunitas
Selain mitigasi alami dan rekayasa, keterlibatan masyarakat menjadi kunci. Sistem peringatan dini berbasis komunitas, evakuasi tepat waktu, dan koordinasi lokal dapat menyelamatkan nyawa dan meminimalkan kerugian.
Pembersihan bendung alami seperti kayu, ranting, atau batuan di sungai juga membantu mengurangi risiko aliran deras yang menimbulkan banjir. Tindakan ini harus dilakukan saat debit air relatif rendah untuk mencegah potensi kecelakaan.
Strategi Terpadu untuk Mengurangi Risiko
Tiga strategi PII solusi berbasis alam, rekayasa struktural, dan kebijakan/tata kelola masyarakat menjadi paket mitigasi efektif. Pendekatan ini tidak hanya menahan aliran air, tetapi juga menjaga kestabilan ekosistem dan keselamatan warga.
Penerapan solusi secara holistik akan mengurangi risiko banjir dan longsor di Sumatra. Kolaborasi antara pemerintah, insinyur, dan masyarakat menjadi fondasi penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dari bencana.