JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan aturan turunan terkait Special Purpose Vehicle (SPV) dan Pengelola Dana Perwalian (Trustee). Aturan ini diharapkan mampu menarik investasi dari luar negeri ke pasar keuangan Indonesia.
Regulasi turunan dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disusun oleh Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (Ditjen SPSK) Kemenkeu. Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperkuat kerangka hukum instrumen keuangan di Indonesia.
Dirjen SPSK Kemenkeu, Masyita Crystallin, menegaskan UU P2SK memberikan mandat jelas untuk pengaturan SPV dan Trustee. Kedua instrumen ini menjadi metode otoritas fiskal dalam melakukan pendalaman pasar keuangan secara terukur.
Aturan yang tengah disusun fokus pada pengaturan SPV dan Trustee. Masyita menekankan bahwa meski baru diperkenalkan di Indonesia, kedua instrumen ini telah banyak digunakan secara global.
SPV sebagai Alat Sekuritisasi Aset
Masyita menjelaskan bahwa SPV dibentuk sebagai badan khusus untuk melakukan kegiatan sekuritisasi aset. Tujuannya memperluas alternatif pembiayaan sekaligus meningkatkan efisiensi pasar keuangan.
Dengan adanya kerangka hukum SPV, struktur pembiayaan diharapkan lebih terarah dan jelas. Hal ini juga membuat instrumen keuangan Indonesia lebih menarik bagi investor domestik maupun asing.
“Melalui pengaturan SPV, kami ingin memastikan bahwa kegiatan sekuritisasi aset dan pemanfaatan instrumen keuangan dilakukan dalam kerangka hukum yang jelas, transparan, dan kredibel,” jelas Masyita.
Regulasi ini bertujuan menciptakan kepastian hukum dan meningkatkan kredibilitas pasar. Investor dapat menilai risiko dan peluang secara lebih jelas berkat adanya struktur hukum yang baku.
Trustee dan Pengelolaan Dana Perwalian
Sementara itu, Trustee merupakan badan usaha yang bertugas mengelola dana perwalian (trust). Badan ini menerima penitipan dan mengelola harta milik settlor berdasarkan perjanjian tertulis untuk kepentingan penerima manfaat (beneficiary).
Masyita menjelaskan bahwa format Trustee yang diperkenalkan melalui UU P2SK mengadopsi karakteristik yang lazim di negara-negara dengan sistem hukum common law. Sistem ini banyak diterapkan di Singapura, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Salah satu prinsipnya adalah pemisahan kepemilikan legal (legal ownership) dan kepemilikan manfaat (beneficial ownership). Hal ini memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi aset yang dikelola.
Selain itu, sistem investasi common law menerapkan prinsip bankruptcy remoteness. Artinya, aset yang dikelola tetap terpisah dari risiko kepailitan pihak yang menitipkan aset, sehingga meningkatkan kepercayaan investor.
Penerapan Trustee untuk Investasi dan Dana Filantropi
Masyita menyebut pengaturan Trustee bertujuan memberikan perlindungan hukum yang memadai. Dengan pemisahan kepemilikan legal dan manfaat serta bankruptcy remoteness, kepercayaan pelaku pasar terhadap pengelolaan aset Indonesia meningkat.
Model Trustee secara luas digunakan untuk mengelola dana filantropi, warisan, dan berbagai skema investasi di luar negeri. Dengan kerangka hukum yang jelas, instrumen ini juga bisa dimanfaatkan oleh pengelola investasi domestik.
Pihak yang bisa memanfaatkan Trustee termasuk PT SMI, Indonesia Investment Authority (INA), hingga Danantara. Hal ini memberikan fleksibilitas pengelolaan aset yang terstruktur dan sesuai standar internasional.
“Pemanfaatan instrumen SPV dan Trustee di Indonesia akan mendukung peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Instrumen ini juga menyediakan opsi pengelolaan aset yang lebih beragam dan terstruktur bagi berbagai pemangku kepentingan,” pungkas Masyita.
Mendorong Investasi Asing Melalui Kepastian Hukum
Dengan kerangka hukum SPV dan Trustee, Indonesia membuka peluang investasi asing lebih luas. Kepastian hukum menjadi faktor utama untuk menarik investor global yang mencari perlindungan dan transparansi.
Instrumen SPV memungkinkan sekuritisasi aset dengan struktur yang jelas. Investor dapat menempatkan dana dengan risiko terukur dan hasil yang terprediksi.
Sementara Trustee memungkinkan pengelolaan dana secara profesional dan terpisah dari kepailitan settlor. Pendekatan ini menjadikan Indonesia lebih kompetitif di mata investor internasional.
Kemenkeu berharap dengan pengaturan ini, pasar keuangan domestik semakin dalam dan likuid. Investor asing akan memiliki lebih banyak pilihan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Selain itu, SPV dan Trustee mendukung pengelolaan aset untuk berbagai tujuan strategis. Mulai dari proyek pemerintah, investasi infrastruktur, hingga skema filantropi dan pengelolaan kekayaan keluarga.
Dengan kombinasi SPV dan Trustee, pemerintah memperluas instrumen keuangan yang dapat diakses investor. Pendekatan ini diharapkan memperkuat stabilitas pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Kepastian hukum, transparansi, dan prinsip common law yang diterapkan menjadi daya tarik utama bagi investor global. Indonesia bisa mencontoh negara seperti Singapura dan Hong Kong untuk meningkatkan daya saing pasar keuangan.
Pengaturan ini juga membuka peluang baru bagi pengelola investasi lokal. Badan usaha negara dan swasta dapat memanfaatkan kerangka hukum untuk memperluas kapasitas pembiayaan dan diversifikasi aset.
Dengan demikian, kombinasi SPV dan Trustee menjadi instrumen strategis pemerintah. Instrumen ini diharapkan memperkuat pasar keuangan, mendorong investasi, dan meningkatkan kepercayaan investor dalam jangka panjang.