JAKARTA - Pemerintah Provinsi NTB menempatkan penggunaan mobil listrik sebagai langkah awal untuk memperluas pemanfaatan energi yang lebih bersih.
Mulai 2026, para pejabat akan beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan berbasis baterai. Langkah ini disebut sebagai titik awal dari strategi besar efisiensi dan keberlanjutan.
Mobil listrik digunakan dengan dukungan motor listrik yang mengambil tenaga dari baterai. Tidak seperti kendaraan konvensional, teknologi ini menghilangkan kebutuhan bahan bakar bensin dan diesel. Proses pengisian dilakukan melalui charger rumah atau SPKLU sehingga operasionalnya dianggap lebih hemat.
Penggunaan mobil listrik juga dipandang sebagai investasi jangka panjang yang mampu mendorong perubahan pola konsumsi energi di kalangan birokrasi. Pemerintah berharap kebijakan ini menjadi contoh bagi masyarakat untuk ikut beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Anggaran Sewa Mulai Dialokasikan Pemerintah
Rencana penggunaan mobil listrik sudah masuk dalam perencanaan anggaran 2026. Kebijakan ini dipastikan melalui keterangan Kepala Biro Umum Setda NTB, Muhammad Riadi.
Ia menyebutkan bahwa penyediaan mobil listrik dilakukan melalui skema sewa, bukan pembelian langsung. Pendekatan ini dipilih demi menekan besarnya biaya operasional kendaraan konvensional.
“Untuk pejabat eselon II itu nanti kita sewakan dia mobil listrik, karena untuk mengurangi biaya operasional kendaraan konvensional, kendaraan operasional itu kemarin besar sekali berdasarkan perhitungan tim anggaran pemerintah daerah,” kata Riadi. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa beban belanja kendaraan konvensional memang cukup tinggi selama ini.
Dengan model sewa, pemerintah tidak terbebani biaya perawatan besar. Biaya harian yang lebih ringan dan efisiensi energi membuat mobil listrik menjadi pilihan lebih ekonomis. Namun, ketersediaan anggaran masih menjadi tantangan yang perlu diatur dengan cermat.
Keterbatasan Anggaran Jadi Tantangan Utama
Meski skema sewa sudah disiapkan, jumlah anggaran ternyata belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan semua pejabat. Riadi menyampaikan bahwa anggaran yang tersedia masih jauh dari cukup untuk menyewa kendaraan bagi seluruh pejabat di Pemprov NTB. Karena itu, penggunaan mobil listrik tahap awal hanya diperuntukkan bagi kepala organisasi perangkat daerah.
Kepala OPD menjadi prioritas karena fungsi koordinatifnya dianggap paling membutuhkan kendaraan dinas yang operasionalnya intensif. Penggunaan mobil listrik diharapkan dapat mendukung mobilitas mereka tanpa biaya besar. Transisi ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran nyata mengenai efisiensi yang bisa diperoleh.
Sementara itu, pejabat lainnya masih harus menunggu penyesuaian anggaran berikutnya. Tantangan fiskal menjadi alasan utama pemerintah harus bergerak secara bertahap. Langkah ini dipandang realistis mengingat kebutuhan belanja daerah yang lain juga tetap harus dipenuhi.
Penyesuaian Kendaraan untuk Eselon III dan IV
Bagi pejabat eselon III dan IV, kebijakan penggunaan mobil listrik belum bisa diterapkan secara langsung. Riadi menjelaskan bahwa kebutuhan kendaraan untuk kedua tingkatan eselon itu akan disesuaikan berdasarkan urgensi masing-masing. Ketersediaan armada akan dikelola melalui Biro Umum sebagai unit layanan yang mengatur pemakaian kendaraan.
“Kalau butuh kendaraan itu ke biro umum,” ujar Riadi. Dengan demikian, penggunaan kendaraan dinas untuk eselon III dan IV bersifat fleksibel dan terkoordinasi. Pengaturan tersebut memungkinkan pemerintah memanfaatkan kendaraan secara lebih optimal.
Skema ini juga menghindari pemborosan aset, khususnya ketika satu unit kendaraan tidak digunakan secara maksimal. Penyesuaian kebutuhan dianggap sebagai cara efektif mengatur penggunaan kendaraan sambil menunggu kesiapan anggaran untuk memperluas penggunaan mobil listrik.
Opsi Penggantian Kendaraan dalam Bentuk Uang
Sementara itu, rencana lain yang masih dalam pembahasan adalah kemungkinan penggantian kendaraan dinas eselon III dalam bentuk uang. Riadi menyebutkan bahwa keputusan terkait hal tersebut belum final. Pemerintah masih mengkaji efisiensi anggaran terutama terkait biaya operasional yang dikeluarkan setiap tahun.
Bila rencana ini terealisasi, pejabat eselon III dapat memilih sendiri kendaraan yang akan digunakan. Namun, kebijakan ini membutuhkan kajian mendalam agar tidak menimbulkan ketimpangan antarpejabat pemerintahan daerah. Aspek efisiensi menjadi dasar utama arah kebijakan tersebut.
Saat ini, berbagai skema sedang dipertimbangkan agar penggunaan kendaraan dinas tetap sesuai kebutuhan dan tidak menambah beban anggaran daerah. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap keputusan sejalan dengan tujuan penghematan.
Langkah NTB Menjadi Contoh Transisi Transportasi Hijau
Dengan berbagai kebijakan yang disiapkan, Pemerintah Provinsi NTB menempatkan dirinya sebagai daerah yang aktif mendukung penggunaan kendaraan listrik. Langkah bertahap ini mencerminkan komitmen terhadap inovasi dan efisiensi energi. Penggunaan mobil listrik oleh pejabat publik menjadi wujud nyata transformasi transportasi yang mulai diterapkan pemerintah daerah.
Melalui fokus pada kepala OPD, NTB menunjukkan bagaimana transisi energi bisa dilakukan secara terukur. Meski anggaran masih terbatas, kebijakan ini tetap memberikan dasar yang kuat. Pemerintah berharap hasil awal yang positif dapat memperluas implementasi ke eselon lainnya.
Pada akhirnya, keputusan beralih ke mobil listrik tidak hanya membawa manfaat bagi efisiensi pemerintah, tetapi juga menjadi bagian dari upaya besar mendorong penggunaan energi bersih. NTB ingin memastikan bahwa modernisasi transportasi berjalan seiring dengan komitmen lingkungan yang lebih baik.