Rupiah

Rupiah Melemah ke Rp16.770 Akibat Arus Dana Asing Anjlok USD 84 Juta

Rupiah Melemah ke Rp16.770 Akibat Arus Dana Asing Anjlok USD 84 Juta
Rupiah Melemah ke Rp16.770 Akibat Arus Dana Asing Anjlok USD 84 Juta

JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah pada Jumat, 14 November 2025 kembali berada dalam bayang-bayang fluktuasi pasar yang belum stabil. Mata uang nasional ini diperkirakan bergerak tidak menentu sepanjang hari dan akhirnya ditutup melemah pada kisaran Rp16.730–Rp16.770 per dolar AS.

Pada penutupan perdagangan sehari sebelumnya, rupiah juga mencatat pelemahan sebesar 11 poin ke Rp16.728 per dolar AS. Kondisi ini mempertegas bahwa sentimen pasar terhadap rupiah belum sepenuhnya pulih meskipun sejumlah indikator domestik menunjukkan stabilitas likuiditas.

Arus Dana Asing Mulai Menipis di Tengah Ketidakpastian Kebijakan

Tekanan terhadap rupiah semakin terasa setelah laporan terkait arus dana asing menunjukkan pelemahan signifikan sepanjang tahun ini. Data terbaru mencatat bahwa investor global melepaskan obligasi pemerintah Indonesia senilai US$84 juta pada awal pekan ini, menandakan meningkatnya kehati-hatian di tengah ketidakpastian fiskal.

Dengan aksi jual tersebut, arus masuk bersih dana asing ke pasar obligasi Indonesia sepanjang 2025 hanya tersisa US$25 juta, jauh menurun dari posisi puncaknya yang mencapai sekitar US$4,6 miliar pada akhir Agustus. Ketimpangan ini menjadi sinyal bahwa investor global mulai mempertimbangkan ulang eksposur mereka terhadap surat utang negara berkembang.

Situasi ini turut dipengaruhi keputusan pemerintah menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan pada September 2025, yang kemudian memicu spekulasi mengenai perubahan batas defisit anggaran. Para pelaku pasar menyoroti kemungkinan adanya pelonggaran dalam kebijakan fiskal guna mendukung peningkatan belanja pemerintah ke depan.

Kekhawatiran itu terlihat dari pernyataan Kunal Kundu, Kepala Ekonom untuk India dan Indonesia di Societe Generale SA. Ia menyebut bahwa berbagai program pemerintah mencerminkan kemungkinan meningkatnya belanja fiskal sementara laju pertumbuhan ekonomi masih belum kuat.

“Jika Anda melihat berbagai program pemerintah, hal ini menunjukkan peningkatan pengeluaran fiskal sementara pertumbuhan masih terlihat lemah,” ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa saat ini tidak banyak faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selain kebijakan moneter dari bank sentral.

Kebangkitan Dana Domestik di Pasar Obligasi

Berbeda dengan tren dana asing, beberapa kategori investor domestik justru menunjukkan pergerakan positif sepanjang Oktober 2025. Berbagai lembaga seperti bank lokal, perusahaan asuransi, reksa dana, hingga dana pensiun meningkatkan kepemilikan mereka terhadap obligasi pemerintah.

Peningkatan ini ditopang oleh likuiditas tinggi akibat penempatan kas pemerintah di bank-bank BUMN yang memberikan ruang bagi institusi domestik untuk memperbesar portofolio obligasi. Kondisi tersebut membuat pasar obligasi tetap mendapatkan permintaan stabil meski tekanan eksternal meningkat.

Imbal hasil acuan tenor 10 tahun bahkan turun sekitar 90 basis poin sepanjang tahun 2025, menyentuh titik terendah sejak Januari 2021 pada akhir Oktober. Penurunan yield tersebut menunjukkan peningkatan permintaan dari pelaku pasar domestik di tengah melemahnya partisipasi investor asing.

Sementara itu, nilai tukar rupiah malah terus berada dalam tekanan. Pada Kamis, 13 November 2025, rupiah kembali melemah 0,2% ke posisi Rp16.729 per dolar AS, mendekati rekor terendah yang sebelumnya pernah tercatat. Pelaku pasar kini menunggu kejelasan arah kebijakan fiskal pemerintah untuk memperkirakan arah pergerakan pasar utang di masa mendatang.

Defisit Anggaran Meningkat dan Menjadi Sorotan Investor

Ibrahim Assuaibi, Pengamat Mata Uang dan Komoditas dari PT Traze Andalan Futures, menilai bahwa target defisit APBN 2026 sebesar 2,68% dari PDB menjadi sorotan bagi pelaku pasar. Menurutnya, target tersebut berada di atas batas aman yang selama ini menjadi acuan kinerja Kementerian Keuangan.

Ia menjelaskan bahwa bila merujuk pada target kinerja Kementerian Keuangan 2025–2029, batas aman defisit pada 2026 berada di kisaran 2,45% hingga 2,53% dari PDB. Target defisit pada 2025 yang mencapai 2,78% dari PDB juga dianggap melewati batas aman tersebut, yang sebelumnya hanya ditetapkan pada 2,53% dari PDB.

Ibrahim menyebut ketentuan batas aman tersebut tertuang dalam PMK Nomor 70 Tahun 2025 yang mengatur mengenai Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Menurutnya, penetapan target yang lebih longgar berpotensi membuat pasar memandang kebijakan fiskal Indonesia menjadi kurang disiplin.

Lebih lanjut, target defisit APBN 2026 yang mencapai Rp689,1 triliun atau setara 2,68% dari PDB tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan target awal dalam RAPBN 2026 sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% dari PDB. Kenaikan ini menandakan perlunya pemerintah membuat ruang fiskal lebih besar guna menjalankan program-program strategis dalam beberapa tahun mendatang.

Proyeksi target defisit juga telah ditetapkan untuk beberapa tahun berikutnya. Pada 2027, batas aman berada pada kisaran 2,35% hingga 2,50% PDB, sedangkan pada 2028 berkisar 2,32% hingga 2,50% PDB. Adapun untuk 2029, batas aman defisit diproyeksikan antara 2,24% hingga 2,50% PDB.

Meski demikian, Ibrahim menyoroti bahwa Kementerian Keuangan belum menjelaskan lebih lanjut mengenai dasar penetapan batas aman tersebut. Ketidakjelasan ini menjadi faktor tambahan yang membuat pelaku pasar menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan fiskal jangka menengah.

Tabel Ringkas Pergerakan Nilai Tukar dan Arus Dana 2025

IndikatorNilai / Perkembangan
Penutupan rupiah 14 Nov 2025Rp16.730 – Rp16.770
Penutupan rupiah 13 Nov 2025Rp16.728
Pelepasan obligasi oleh investor asing (awal pekan)US$84 juta
Arus masuk bersih sepanjang 2025US$25 juta
Posisi puncak arus masuk (Agustus 2025)US$4,6 miliar
Penurunan yield obligasi 10 tahun90 bps sepanjang 2025
Target defisit APBN 20262,68% PDB
Target defisit APBN 20252,78% PDB

Pasar Menanti Kejelasan Arah Kebijakan Fiskal Pemerintah

Ketidakpastian fiskal menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah dan keputusan investor memasuki pasar Indonesia. Para pengamat menilai bahwa pasar akan bereaksi lebih stabil apabila pemerintah memberikan kejelasan terkait batas defisit dan strategi pembiayaan dalam beberapa tahun mendatang.

Dengan kombinasi pergerakan dana asing yang masih menurun, tekanan eksternal global, serta perubahan kebijakan fiskal yang belum sepenuhnya dipahami pelaku pasar, rupiah diperkirakan masih menghadapi tekanan jangka pendek.

Ke depan, kebijakan pemerintah dalam menjaga disiplin fiskal dan memperkuat fundamental ekonomi akan sangat menentukan arah investasi, baik pada pasar obligasi maupun nilai tukar rupiah. Pelaku pasar domestik masih menunjukkan minat tinggi terhadap obligasi pemerintah, namun kestabilan jangka panjang tetap membutuhkan dukungan melalui koordinasi kebijakan yang lebih kuat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index