JAKARTA - Konsolidasi strategi ekonomi Indonesia dengan Australia kembali mendapat momentum baru ketika Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P. Roeslani memimpin CEO Meeting dengan lima pimpinan perusahaan besar Australia di Sydney pada Selasa, 11 November 2025. Pertemuan tersebut menjadi bagian penting dalam rangkaian pendampingan kunjungan kerja Presiden RI ke Australia yang menitikberatkan pada peningkatan investasi dan kerja sama ekonomi bilateral.
Rosan menempatkan komunikasi langsung dengan pimpinan perusahaan besar sebagai elemen kunci untuk mendorong realisasi investasi yang lebih cepat. Ia ingin memastikan bahwa komitmen yang terbangun tidak berhenti pada konsep, melainkan bergerak menuju implementasi konkret di sektor-sektor strategis.
Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan ekonomi Indonesia–Australia menunjukkan perkembangan yang konsisten positif. Rosan menjelaskan bahwa nilai investasi Australia di Indonesia telah mencapai US$ 2,8 miliar dalam lima tahun, dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor pertambangan, perhotelan, dan layanan kesehatan.
Pertumbuhan perdagangan kedua negara juga ikut menguat, dengan kenaikan 23,5% pada tahun 2024 hingga mencapai US$ 15,4 miliar. Fakta ini memperlihatkan bahwa kemitraan ekonomi kedua negara tidak hanya tumbuh, tetapi mulai memasuki tahap yang lebih mendalam dan terarah.
“Melalui IA-CEPA, kita tidak hanya membuka pintu bagi investasi, tetapi membangun jembatan kolaborasi yang berkelanjutan. Indonesia siap bertransformasi menjadi pusat investasi hijau dan bernilai tambah di kawasan,” ujar Rosan.
Fokus Investasi Strategis dari Lima Perusahaan Besar Australia
CEO Meeting tersebut dihadiri lima pimpinan dari sektor-sektor industri kunci Australia yang memiliki minat ekspansi ke Indonesia. Tokoh yang hadir meliputi Founder and Executive Chair Aspen Medical Glenn Keys, Chairman Pure Battery Technologies (PBT) Stephen Wilmot, Director Managed Investment AAM Investment Group David Paton, CEO Cue Energy Resources Matthew Boyall, serta CFO Nickel Industries Ltd Chris Shepherd.
Pertemuan ini menjadi ruang bagi setiap perusahaan untuk memaparkan rencana investasi strategis yang tengah mereka kaji atau sedang memasuki tahap finalisasi. Mereka berfokus pada sektor kesehatan, hilirisasi mineral, agrikultur, serta minyak dan gas sebagai area prioritas ekspansi.
Aspen Medical menyampaikan ketertarikan melakukan investasi besar melalui penjajakan proyek redevelop RSUD Samarinda senilai US$ 1 miliar. Perusahaan ingin masuk lebih dalam ke sektor layanan kesehatan Indonesia yang tengah berkembang pesat dan membutuhkan fasilitas modern berstandar global.
Pure Battery Technologies (PBT) mengemukakan rencana investasinya sebesar US$ 350 juta di Batang Industrial Park untuk pengembangan material katoda. Langkah ini selaras dengan ambisi Indonesia untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik dari hulu hingga hilir.
AAM Investment Group melaporkan bahwa mereka telah aktif mengembangkan peternakan sapi di Lampung sebagai bagian penguatan sektor agrikultur. Selain itu, perusahaan juga terlibat dalam program pelatihan tenaga kerja melalui Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) untuk meningkatkan kapasitas SDM.
Cue Energy Resources menegaskan komitmen penambahan investasi pada sektor minyak dan gas Indonesia. Perusahaan melihat peluang penguatan produksi energi melalui kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia yang kini berupaya menyeimbangkan kebutuhan transisi energi.
Nickel Industries Ltd memaparkan rencana perluasan fasilitas pengolahan nikel mereka di Indonesia. Perusahaan ini meyakini bahwa hilirisasi nikel masih menjadi peluang jangka panjang yang menguntungkan karena permintaan global terhadap bahan baku baterai terus meningkat.
Kepastian Perizinan Jadi Kunci: Penjelasan Regulasi Baru oleh Rosan
Dalam pertemuan tersebut, Rosan memberikan penjelasan komprehensif mengenai regulasi baru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2025. Aturan ini memungkinkan perizinan berusaha yang melampaui Service Level Agreement (SLA) verifikasi untuk diterbitkan secara otomatis, sehingga memberikan kepastian lebih besar bagi investor.
Rosan menyebut bahwa pendekatan baru ini dibuat agar para pelaku usaha tidak lagi menghadapi hambatan birokrasi yang memperlambat realisasi investasi. Dengan sistem tersebut, proses administrasi bisa berjalan lebih cepat dan memberikan efisiensi waktu bagi perusahaan.
Ia juga menjelaskan perkembangan sistem Online Single Submission (OSS) yang kini semakin responsif. “Sampai dengan sekarang, sistem Online Single Submission (OSS) telah menerbitkan sebanyak 134 perizinan berusaha melalui mekanisme fiktif positif, sehingga proses investasi dapat berlangsung lebih cepat dan efisien,” papar Rosan.
Penyempurnaan OSS ini menunjukkan upaya serius pemerintah dalam menyediakan iklim usaha yang lebih ramah, kompetitif, dan memenuhi standar global. Rosan menegaskan bahwa Indonesia kini bergerak menuju praktik perizinan yang lebih modern dan minim hambatan.
Tiga Sektor Prioritas yang Dibidik Indonesia–Australia
Selain menyampaikan peluang teknis investasi, Rosan juga menggarisbawahi tiga sektor prioritas yang menjadi fokus kerja sama Indonesia–Australia. Ketiga sektor ini dipilih karena memiliki kapasitas besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang kedua negara.
Sektor pertama adalah hilirisasi sumber daya alam, terutama pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik dan panel surya. Indonesia menempatkan hilirisasi sebagai strategi utama untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.
Sektor kedua mencakup energi baru dan terbarukan dengan potensi mencapai 3.700 GW dari tenaga surya, angin, air, bioenergi, dan panas bumi. Rosan menjelaskan bahwa peluang ini terbuka lebar bagi investor Australia yang memiliki kapasitas teknologi mumpuni.
Sektor ketiga merupakan sektor kesehatan yang diproyeksikan mencapai belanja hingga US$ 138 miliar pada tahun 2040. Pemerintah juga sedang mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Bali dan Batam untuk mendorong layanan medis berkelas internasional.
“Kami ingin seluruh ekosistem investasi tumbuh lebih baik—dari praktik pertambangan, energi bersih, hingga kesehatan. Indonesia kini bergerak menuju standar global yang lebih tinggi, dengan kepastian hukum dan kemudahan berusaha sebagai fondasinya,” tambah Rosan.
Ajak Kolaborasi Berkelanjutan dan Penguatan Rantai Pasok
Menutup pertemuan, Rosan mengajak para pelaku usaha Australia untuk terus memperluas kolaborasi yang memberi nilai tambah bagi kedua negara. Ia menekankan pentingnya memperkuat rantai pasok global sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Rosan berharap komitmen investasi yang dibahas dalam CEO Meeting dapat segera berlanjut pada tahap implementasi. Menurutnya, kerja sama yang kuat akan menghasilkan dampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
Dengan berbagai peluang yang telah dibahas, Indonesia memandang hubungan ekonomi dengan Australia sebagai salah satu kemitraan yang terus berkembang. Pemerintah meyakini bahwa kerja sama ini akan menciptakan investasi yang lebih produktif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.