JAKARTA - Industri keramik nasional menunjukkan tren pemulihan kuat sepanjang 2025. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat lonjakan produksi yang menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan sektor bahan bangunan dalam negeri.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, volume produksi keramik nasional mencapai sekitar 392,7 juta meter persegi. Angka tersebut mencerminkan pertumbuhan sekitar 16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Utilisasi Produksi Meningkat dan Puncak Permintaan di Akhir Tahun
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto, menjelaskan bahwa kenaikan volume produksi didorong oleh beberapa faktor penting. Salah satunya adalah tingkat utilisasi pabrik keramik nasional yang terus melaju di atas 70% sepanjang tahun ini.
Rata-rata utilisasi nasional hingga Oktober 2025 tercatat mencapai 72,5%. Kinerja ini lebih baik dibandingkan semester I-2025 yang sempat berada di posisi 71%.
“Angka perbaikan tingkat utilisasi sesuai dengan prediksi Asaki. Peak season permintaan keramik biasanya berada di semester kedua setiap tahunnya, khususnya bulan Agustus sampai Desember,” ujar Edy.
Menurutnya, kenaikan permintaan yang stabil memperlihatkan bahwa pasar keramik domestik semakin pulih setelah melewati tekanan ekonomi global. Asaki optimistis tren positif ini akan berlanjut hingga akhir tahun.
Dampak Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Impor
Selain faktor permintaan musiman, kebijakan pemerintah menjadi katalis penting bagi pertumbuhan industri keramik. Program seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah, Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi kontraktor dan pengusaha bahan bangunan, serta Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 350.000 unit rumah turut mendongkrak produksi.
Kebijakan tersebut mendorong aktivitas konstruksi dan pembangunan perumahan rakyat, sehingga permintaan terhadap keramik meningkat signifikan. “Kinerja industri keramik nasional juga terdongkrak oleh substitusi produk keramik impor dari China,” tambah Edy.
Namun, di balik kinerja positif tersebut, Asaki tetap mencermati tantangan dari derasnya arus impor. Menurut Edy, terjadi lonjakan signifikan terhadap produk keramik yang masuk dari Malaysia, Vietnam, dan India.
Asaki memperkirakan peningkatan impor dari Malaysia mencapai 170%, Vietnam 130%, dan India 120%. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi praktik dagang tidak adil di pasar domestik.
“Asaki sedang mengumpulkan data dan informasi terkait peningkatan lonjakan angka impor dari India, Vietnam, dan Malaysia sebagai indikasi awal terjadinya unfair trade dan transhipment produk dari China untuk menghindari bea masuk anti dumping dan safeguard,” ujar Edy.
Tantangan Energi dan Harapan terhadap Program Perumahan Rakyat
Selain tekanan dari produk impor, industri keramik juga menghadapi tantangan dari sisi pasokan energi dan bahan baku. Edy menyoroti persoalan pasokan serta harga gas industri yang masih menjadi beban utama bagi pelaku usaha.
Gangguan pasokan bahan baku seperti clay dan feldspar yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat turut memengaruhi kelancaran produksi. Kondisi ini membuat Asaki berharap dukungan pemerintah terhadap sektor energi bisa segera diperkuat.
Di sisi lain, Asaki menilai program tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah berpotensi menjadi penopang tambahan bagi pertumbuhan industri keramik. Apabila terealisasi sesuai target, tingkat permintaan bisa meningkat signifikan hingga akhir tahun.
“Seharusnya tingkat utilisasi keramik nasional tahun 2025 bisa berkisar 80%–85% jika didukung dengan kelancaran suplai gas dan percepatan realisasi program tiga juta rumah,” jelas Edy.
Proyeksi Utilisasi dan Target Produksi Hingga Akhir Tahun
Melihat tren pertumbuhan yang positif, Asaki memproyeksikan tingkat utilisasi industri keramik nasional pada akhir 2025 dapat mencapai 73%. Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di level 66%.
Secara volume, total produksi keramik nasional pada 2025 diperkirakan mencapai 474,5 juta meter persegi. Artinya, ada kenaikan sebesar 15,16% dibandingkan dengan produksi tahun lalu yang tercatat sekitar 412 juta meter persegi.
Asaki menargetkan peningkatan berkelanjutan pada tahun berikutnya. Proyeksi untuk 2026 menunjukkan utilisasi industri dapat melaju di kisaran 78% hingga 80%.
Pertumbuhan tersebut diharapkan menjadi momentum bagi pelaku industri untuk terus memperkuat kapasitas, efisiensi, dan daya saing terhadap serbuan produk impor. Asaki juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga energi dan bahan baku.
Indonesia di Jalur Menuju Pusat Produksi Keramik Dunia
Dari sisi pemerintah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan optimisme serupa. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Taufiek Bawazier, menyebut bahwa potensi industri keramik Indonesia sangat besar untuk menjadi pemain utama dunia.
Dengan kapasitas produksi sebesar 625 juta meter persegi per tahun, Indonesia kini menempati posisi lima besar produsen keramik global. Hal itu disampaikan Taufiek saat mewakili Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam ajang The 32nd World Ceramic Tiles Forum (WCTF) 2025 di Yogyakarta, Senin (10/11/2025).
“Kami optimistis, dengan dukungan investasi dan kebijakan yang tepat, Indonesia akan mampu naik menjadi empat besar dunia dalam waktu dekat,” kata Taufiek dalam keterangan tertulis.
Sebagai forum internasional, WCTF berfungsi sebagai wadah pertemuan asosiasi industri keramik dari berbagai negara untuk berbagi wawasan dan membahas arah pengembangan industri global. Forum ini telah berdiri sejak 1994 di Brussel, Belgia.
Investasi, Teknologi, dan Peluang Pasar Domestik
Taufiek menjelaskan bahwa sepanjang 2020 hingga 2024, total realisasi investasi di sektor keramik mencapai Rp 20,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 10.000 orang. Kini, nilai total investasi telah menembus Rp 224 triliun dengan kontribusi 40.000 tenaga kerja di seluruh rantai produksi.
Ia menegaskan bahwa prospek industri keramik nasional masih sangat menjanjikan. Pembangunan infrastruktur dan proyek properti menjadi pendorong utama permintaan terhadap produk keramik lokal.
“Apalagi tingkat konsumsi keramik kita masih sekitar 2,2 meter persegi per kapita, lebih rendah dari Malaysia dan Thailand. Artinya, ruang pertumbuhan pasar domestik masih sangat luas,” ungkap Taufiek.
Dari sisi ekspor, produk keramik Indonesia juga semakin kompetitif di pasar global. Hingga periode Januari–Agustus 2025, nilai ekspor mencapai US$ 31 juta dengan potensi terus meningkat hingga akhir tahun.
Selain memperkuat kapasitas produksi, pemerintah mendorong transformasi teknologi industri keramik melalui adopsi digital printing dan digital glazing. Teknologi ini mampu menghasilkan produk berukuran besar dengan presisi tinggi sesuai standar mutu internasional.
“Pemerintah terus memberikan dukungan terhadap peningkatan daya saing industri keramik melalui kebijakan fiskal dan nonfiskal, efisiensi energi, serta penerapan Standar Industri Hijau. Langkah ini sejalan dengan target pencapaian industri net-zero emission pada tahun 2050,” tutup Taufiek.