Energi

Energi Surya di BTS Wilayah 3T Jadi Kunci Pemerataan Digital Nasional

Energi Surya di BTS Wilayah 3T Jadi Kunci Pemerataan Digital Nasional
Energi Surya di BTS Wilayah 3T Jadi Kunci Pemerataan Digital Nasional

JAKARTA - Indonesia terus berupaya memperkecil kesenjangan digital yang masih membayangi wilayah-wilayah terpencilnya. Tantangan besar muncul karena sebagian daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) belum sepenuhnya terjangkau infrastruktur dasar, termasuk listrik dan jaringan komunikasi.

Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, teknologi energi terbarukan mulai menjadi tumpuan baru. Salah satu inovasi yang paling menjanjikan adalah penggunaan solar panel atau panel surya untuk mendukung operasional base transceiver station (BTS) di daerah terpencil.

Pendekatan ini tidak hanya menyelesaikan persoalan konektivitas, tetapi juga sejalan dengan arah transisi energi bersih nasional. Penerapan panel surya di BTS terbukti mampu menjaga pasokan daya yang stabil tanpa bergantung pada jaringan listrik konvensional.

Kondisi geografis Indonesia yang kompleks membuat pembangunan BTS di wilayah 3T tidak mudah. Medan berat, akses jalan yang terbatas, serta ketiadaan jaringan listrik PLN menjadi tantangan utama bagi operator telekomunikasi.

Namun, di tengah keterbatasan itu, energi surya hadir sebagai solusi yang efisien dan ramah lingkungan. Pemerintah dan operator telekomunikasi pun berkolaborasi untuk memperluas penggunaan energi ini di site BTS yang berada jauh dari pusat kota.

Panel surya mampu menghasilkan daya mandiri tanpa harus menggunakan genset berbahan bakar fosil. Hal ini bukan hanya mengurangi biaya logistik bahan bakar, tetapi juga menekan emisi karbon yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Salah satu contoh sukses penerapan sistem ini terlihat di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Di daerah ini, BTS yang dibangun oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menggunakan panel surya sebagai sumber energi utama dengan kapasitas antara 750 hingga 1.800 watt, tergantung kebutuhan lokasi.

Sinar Matahari yang melimpah di Anambas menjadi keunggulan utama dalam menjaga pasokan listrik untuk BTS. Keberhasilan proyek ini menunjukkan bahwa penerapan energi terbarukan bisa diimplementasikan secara nyata, bahkan di daerah dengan keterbatasan infrastruktur.

Efisiensi Energi dan Dampak Ekonomi

Selain ramah lingkungan, panel surya di BTS terbukti efisien secara ekonomi. Laporan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa penggunaan solar panel di site hybrid seperti di Bukit Tengah, Klungkung, Bali mampu memangkas biaya operasional hingga 15–20 persen.

Efisiensi serupa juga terlihat di wilayah Maluku dan Papua, di mana 615 site BTS kini beroperasi dengan sistem energi surya dan baterai penyimpanan. Baterai tersebut bahkan bisa bertahan hingga tiga hari tanpa sinar Matahari, memastikan layanan tetap berjalan stabil.

Sistem seperti ini menjadi sangat penting untuk jangka panjang, terutama bagi daerah yang sulit dijangkau jaringan PLN. Tanpa ketergantungan pada bahan bakar fosil, biaya pemeliharaan pun menjadi lebih ringan dan berkelanjutan.

Beberapa BTS di wilayah 3T menggunakan sistem hybrid, yaitu kombinasi antara panel surya dan genset. Kombinasi ini memberikan jaminan pasokan daya saat cuaca mendung atau ketika konsumsi energi meningkat.

Untuk menjaga performa sistem tetap optimal, operator kini memanfaatkan digital surveillance system. Teknologi ini memungkinkan pemantauan kondisi daya dan performa perangkat secara real time, sehingga potensi gangguan dapat diantisipasi sejak dini.

Dengan sistem tersebut, pemeliharaan BTS menjadi lebih efisien dan downtime dapat diminimalkan. Keberhasilan ini juga menjadi contoh konkret bagaimana teknologi digital mendukung efisiensi energi dan pengelolaan infrastruktur.

Komitmen Operator Telekomunikasi terhadap Energi Bersih

Operator besar seperti Telkomsel, XL Axiata, dan Telkom Indonesia menjadi pionir dalam penerapan energi hijau di sektor telekomunikasi. Telkomsel, misalnya, telah memasang 275 solar panel dan micro hydro generator di sejumlah BTS mereka.

Langkah ini berhasil menekan emisi karbon hingga 1.774 ton CO₂eq, sekaligus menegaskan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan lingkungan. Tak hanya itu, Telkomsel juga membeli Renewable Energy Certificates (REC) dari PLN sebagai bagian dari program perluasan energi hijau.

Sementara itu, XL Axiata telah menerapkan konsep Green BTS sejak 2015. Mereka melakukan modernisasi perangkat BTS yang berhasil mengurangi konsumsi energi hingga 50 persen.

Konsep ini juga mencakup penggantian shelter BTS besar dengan perangkat outdoor yang tidak memerlukan sistem pendingin ruangan. Penggunaan baterai lithium sebagai pengganti genset di daerah tanpa listrik konvensional turut memperpanjang umur perangkat dan menurunkan biaya pemeliharaan.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa sektor telekomunikasi bukan hanya berorientasi pada ekspansi jaringan. Lebih dari itu, industri ini juga berperan aktif dalam dekarbonisasi sektor energi nasional.

Peran Pemerintah dan Dampak Sosial

Pemerintah, melalui Kemkomdigi, aktif mendorong penggunaan energi surya di BTS wilayah 3T. Di Papua dan Papua Pegunungan, BTS yang dibangun menggunakan panel surya telah membuka akses internet bagi sektor pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan.

Program ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat infrastruktur digital Indonesia. Pemerataan akses telekomunikasi kini dianggap sebagai fondasi utama dalam mewujudkan keadilan sosial dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Presiden Prabowo Subianto juga telah meresmikan 47 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di desa-desa 3T pada tahun 2025. Proyek ini memberikan akses listrik kepada lebih dari 5.000 rumah tangga yang sebelumnya hidup dalam keterbatasan energi.

Dampaknya terasa langsung dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan adanya listrik dan jaringan internet, masyarakat kini dapat mengakses pendidikan daring, layanan kesehatan digital, serta transaksi ekonomi berbasis online.

Keberadaan BTS berbasis solar panel di wilayah terpencil juga menumbuhkan ekonomi lokal. Pelaku UMKM kini dapat menjual produk mereka secara daring, memperluas pasar, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Konektivitas yang stabil membuat masyarakat 3T semakin terlibat dalam aktivitas sosial dan pemerintahan. Partisipasi digital meningkat, dan kesenjangan antarwilayah perlahan mulai berkurang.

Menuju Indonesia Terkoneksi dan Berkelanjutan

Penggunaan energi surya di BTS wilayah 3T bukan sekadar langkah teknis untuk memperkuat sinyal. Ini merupakan bagian dari visi besar bangsa untuk menciptakan pemerataan akses digital dan transisi energi bersih secara nasional.

Dengan dukungan pemerintah, kolaborasi operator, dan perkembangan teknologi yang pesat, Indonesia bergerak menuju era konektivitas universal. Setiap desa, pulau, dan pelosok negeri kini memiliki peluang yang sama untuk terkoneksi dengan dunia.

Kolaborasi antara sektor publik dan swasta menjadi kunci untuk mempercepat transformasi ini. Jika keberlanjutan dan efisiensi terus dijaga, maka mimpi Indonesia untuk menghadirkan energi hijau dan jaringan digital merata bukan lagi sekadar visi, melainkan kenyataan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index