Kemenkes Perkuat Respons Darurat untuk Tekan Lonjakan ISPA di Pengungsian Sumatra

Rabu, 03 Desember 2025 | 11:32:30 WIB
Kemenkes Perkuat Respons Darurat untuk Tekan Lonjakan ISPA di Pengungsian Sumatra

JAKARTA - Alih-alih hanya menyoroti kondisi pengungsian, pemerintah kini menempatkan percepatan pelayanan kesehatan sebagai ujung tombak untuk mencegah meningkatnya penyakit infeksi pascabanjir yang melanda tiga provinsi di Sumatra. Langkah ini diprioritaskan karena lonjakan kasus yang muncul beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa situasi kesehatan masyarakat masih dalam kondisi rapuh dan berpotensi memburuk tanpa intervensi intensif.

Percepatan Layanan Dasar dan Pemantauan Lapangan

Kementerian Kesehatan RI bergerak cepat menyiapkan strategi penanganan lonjakan penyakit infeksi, terutama ISPA yang meningkat di area pengungsian setelah banjir besar melanda beberapa wilayah Sumatra. Upaya ini dipusatkan pada perluasan layanan dasar melalui rapid health assessment di sejumlah titik yang menampung ribuan warga terdampak.

Kemenkes juga memperkuat layanan mobile yang berfungsi menjangkau lokasi yang sulit diakses dan minim fasilitas kesehatan tetap. Petugas di lapangan melaksanakan skrining penyakit infeksi untuk memastikan penularan dapat terdeteksi lebih awal sebelum berkembang menjadi kasus yang lebih berat.

Puskesmas dan rumah sakit rujukan daerah disiagakan agar mampu menangani beban layanan tambahan yang berpotensi melonjak dalam waktu singkat. Selain itu, akses komunikasi darurat berbasis internet satelit turut dipasang menggunakan jaringan Starlink demi menjamin kelancaran koordinasi lintasprovinsi.

“Kami terus memantau dinamika situasi di pengungsian dan siap menambah dukungan bila diperlukan, dengan fokus utama menekan penularan penyakit infeksi dan mencegah komplikasi di kelompok rentan,” kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Agus Jamaludin, dalam keterangan tertulis pada Rabu, 3 Desember 2025. Pernyataan ini menegaskan bahwa Kemenkes tidak akan menunda tambahan intervensi apabila potensi eskalasi kembali meningkat.

Distribusi Logistik Kesehatan dan Peningkatan Kesiapan Daerah

Dukungan logistik kesehatan ditambah secara signifikan pada 1 Desember 2025 untuk mengimbangi meningkatnya permintaan layanan di lokasi bencana. Tambahan tersebut meliputi 103 oxygen concentrator, masker bedah, sarung tangan medis, APD petugas, serta berbagai peralatan lain yang sangat dibutuhkan dalam respons krisis kesehatan.

Selain itu, sebanyak 11.200 dus PMT balita dan 6.000 dus PMT ibu hamil dikirim untuk menjaga ketahanan gizi kelompok rentan. Ketersediaan nutrisi dipastikan tetap terpenuhi karena kekurangan asupan dapat memperburuk kondisi kesehatan di tengah risiko infeksi yang tinggi.

Kemenkes juga mengirim water quality test kit, sprayer manual, disinfektan, dan penjernih air guna memastikan fasilitas air bersih di pengungsian terjaga. Komponen ini merupakan elemen penting untuk mencegah penularan penyakit gastrointestinal yang sering meningkat setelah bencana banjir.

Tidak hanya itu, total 25 dus obat layanan dasar telah didistribusikan ke seluruh titik respons yang tersebar di tiga provinsi terdampak. Upaya ini dilakukan agar penanganan keluhan umum dapat dilakukan langsung oleh petugas tanpa perlu menunggu suplai tambahan yang memakan waktu.

Berdasarkan laporan Kemenkes, tiga provinsi terdampak mencatat bahwa demam dan ISPA muncul sebagai keluhan terbanyak di pos kesehatan pengungsian. Data tersebut mengindikasikan bahwa warga masih rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan dan gastrointestinal di tengah kondisi darurat yang belum pulih sepenuhnya.

Angka keluhan ini juga memperlihatkan bahwa beban layanan kesehatan daerah berpotensi bertambah jika tidak ditangani secara cepat dan terkoordinasi. Situasi tersebut mendorong pemerintah pusat memperkuat dukungan agar daerah tidak kewalahan menghadapi lonjakan kasus.

Peningkatan Kasus di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh

Agus menekankan bahwa lonjakan demam dan ISPA merupakan gambaran lingkungan pengungsian yang belum kembali stabil. “Demam dan ISPA adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika pengungsian padat dan akses air bersih terbatas,” ujarnya dalam keterangan yang sama.

Ia menambahkan bahwa kondisi tubuh tanpa pelindung memadai seperti alas kaki dan jaket turut memperbesar risiko sakit selama proses evakuasi. Situasi ini umumnya terjadi karena warga terpaksa meninggalkan rumah dalam keadaan terburu-buru saat banjir meningkat.

Di Sumatra Barat, kasus demam menjadi yang tertinggi dibanding dua provinsi lain yang juga terdampak bencana. Pada periode 25–29 November 2025, tercatat 376 kasus demam yang tersebar di Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar.

ISPA juga masuk lima besar keluhan kesehatan di provinsi ini dengan total 116 kasus. Angka tersebut memperlihatkan bahwa transmisi infeksi saluran pernapasan masih aktif di lingkungan pengungsian.

Sementara itu, Sumatra Utara menunjukkan pola yang hampir serupa dengan lonjakan demam dan ISPA di wilayah terdampak. Di Kabupaten Tapanuli Selatan selama periode 25 November–1 Desember 2025, ditemukan 277 kasus demam yang membuatnya berada di posisi teratas keluhan kesehatan.

Myalgia tercatat sebanyak 151 kasus dalam periode tersebut, disusul ISPA dengan 96 kasus. Di samping itu, gatal muncul dengan 150 kasus, sementara dispepsia mencapai 94 kasus yang turut menunjukkan adanya risiko kesehatan terkait makanan dan sanitasi.

Keluhan lain seperti luka-luka juga muncul dengan 45 kasus, sedangkan diare tercatat sebanyak 23 kasus. Dominasi ISPA di posisi atas memperlihatkan bahwa transmisi udara masih tinggi di tengah kepadatan hunian sementara yang sulit dikendalikan.

Aceh menunjukkan komposisi data yang sedikit berbeda, meskipun penyakit infeksi saluran pernapasan tetap menonjol pada masa tanggap darurat. Dari laporan Kabupaten Pidie Jaya selama periode 25–30 November 2025, luka-luka menjadi keluhan tertinggi dengan total 35 kasus.

ISPA berada di posisi kedua dengan 15 kasus yang menjadi perhatian khusus tenaga kesehatan setempat. Selain itu, diare tercatat sebanyak 6 kasus yang menandakan perlunya peningkatan kontrol sanitasi dan kebersihan air.

Meskipun ISPA tidak menjadi keluhan tertinggi di Aceh, penyakit ini tetap berada di tiga besar keluhan yang memerlukan penanganan prioritas. Hal ini menunjukkan bahwa risiko penularan masih perlu ditekan melalui peningkatan layanan kesehatan dan perbaikan fasilitas pendukung di lokasi pengungsian.

Terkini