Surplus Neraca Dagang Indonesia Oktober 2025 Turun, Ekspor Nonmigas Jadi Penopang

Senin, 01 Desember 2025 | 13:18:25 WIB
Surplus Neraca Dagang Indonesia Oktober 2025 Turun, Ekspor Nonmigas Jadi Penopang

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 mencatat surplus US$2,39 miliar secara tahunan. Angka ini merupakan surplus terendah sejak April 2025 atau dalam enam bulan terakhir.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Isnartini, menyampaikan bahwa ekspor Indonesia pada bulan Oktober mencapai US$24,24 miliar. Nilainya turun 2,31% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, impor Indonesia pada Oktober 2025 tercatat sebesar US$21,84 miliar. Angka ini turun 1,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terutama karena penurunan impor migas.

Dengan hasil ini, Indonesia berhasil mempertahankan surplus neraca perdagangan selama 66 bulan berturut-turut. Tren positif ini dimulai sejak Mei 2020 dan menunjukkan ketahanan ekonomi di tengah fluktuasi global.

Kontribusi Komoditas Nonmigas

Surplus pada Oktober 2025 lebih banyak ditopang oleh sektor nonmigas, yakni sebesar US$4,41 miliar. Komoditas utama penyumbang surplus antara lain lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

Di sisi lain, neraca perdagangan migas justru mengalami defisit sebesar US$1,92 miliar. Komoditas penyumbang defisit utama adalah minyak mentah dan hasil olahannya.

Pudji menekankan bahwa meskipun sektor migas mencatat defisit, kontribusi nonmigas berhasil menyeimbangkan neraca perdagangan. Hal ini menunjukkan diversifikasi ekspor Indonesia cukup kuat di tengah penurunan harga minyak global.

Perbandingan dengan Proyeksi Ekonomi

Sebelumnya, konsensus 18 ekonom yang dihimpun Bloomberg memproyeksikan surplus neraca perdagangan Oktober 2025 sebesar US$3,80 miliar. Realisasi surplus US$2,39 miliar ini lebih rendah dibanding ekspektasi.

Estimasi tertinggi datang dari Ekonom Barclays Bank, Brian Tan, yang memperkirakan surplus mencapai US$4,75 miliar. Sebaliknya, Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, memprediksi angka terendah, yakni US$2 miliar.

David menjelaskan bahwa perbedaan proyeksi ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang lambat. Ekspor hanya naik 0,05% secara tahunan dan 2,78% secara bulanan, sedangkan impor meningkat lebih tinggi 2,23% YoY dan 8,87% MoM.

Faktor Pengaruh Ekspor dan Impor

David menambahkan, penurunan surplus dipengaruhi pertumbuhan ekspor ke beberapa negara utama. Ekspor Indonesia ke China, Jepang, dan India menjadi indikator yang menekan neraca perdagangan.

Di sisi harga, sebagian besar komoditas ekspor cenderung stagnan. Hanya tembaga dan timah yang mengalami kenaikan harga, sementara impor sebagian besar turun, terutama minyak, batu bara, dan cokelat.

Kenaikan impor dari Singapura juga menjadi salah satu faktor yang menekan surplus. Namun, penurunan harga komoditas impor berhasil sedikit menyeimbangkan neraca perdagangan.

Prospek Surplus dan Strategi Ke Depan

Meskipun surplus Oktober lebih rendah dibanding bulan-bulan sebelumnya, tren 66 bulan berturut-turut menunjukkan daya tahan ekonomi Indonesia. Fokus pada komoditas nonmigas menjadi strategi penting menjaga stabilitas perdagangan.

Para ekonom menilai bahwa upaya diversifikasi ekspor dan peningkatan daya saing komoditas nonmigas harus terus dilakukan. Hal ini penting untuk menghadapi fluktuasi harga komoditas global yang berpotensi menekan surplus di masa mendatang.

Selain itu, pemantauan impor migas juga menjadi strategi penting. Penurunan impor energi dapat membantu mempertahankan keseimbangan perdagangan di tengah tantangan global.

Terkini