Fenomena Diabetes Ramping: Mengapa Tubuh Kurus Tetap Berisiko Mengidap Diabetes Tipe 2?

Selasa, 25 November 2025 | 10:06:20 WIB
Fenomena Diabetes Ramping: Mengapa Tubuh Kurus Tetap Berisiko Mengidap Diabetes Tipe 2?

JAKARTA - Selama bertahun-tahun, diabetes tipe 2 selalu dikaitkan dengan obesitas dan gaya hidup tidak sehat yang memicu kelebihan berat badan. Namun, di berbagai negara Asia Selatan dan wilayah tertentu lainnya, para ahli justru menemukan fenomena berbeda yang membuka diskusi panjang dalam dunia kesehatan.

Di daerah tersebut, banyak pengidap diabetes tipe 2 yang memiliki tubuh kurus dengan indeks massa tubuh rendah. Keadaan ini membuat para peneliti mempertanyakan alasan biologis yang menyebabkan tubuh ramping tetap dapat mengembangkan kondisi metabolik serius.

Fenomena ini paling sering terlihat di India, di mana sebagian besar penderita diabetes tipe 2 justru tidak mengalami obesitas. Situasi ini membingungkan para pakar selama beberapa dekade dan menuntut kajian mendalam mengenai karakter metabolisme masyarakat India.

Sebuah studi penting yang terbit pada tahun 2020 akhirnya memberikan gambaran ilmiah awal untuk menjelaskan paradoks ini. Penelitian tersebut dilakukan oleh para ilmuwan dari Madras Diabetes Research Foundation dan Universitas Dundee, Skotlandia.

Studi tersebut mengidentifikasi adanya subtipe diabetes yang berbeda pada sebagian orang India. Para peneliti menemukan bahwa meskipun tubuh mereka ramping, penderita mengalami kekurangan insulin akibat pankreas memproduksi terlalu sedikit hormon tersebut.

Selain itu, sejumlah pasien juga mengalami resistensi insulin, yaitu kondisi ketika sel tubuh gagal menggunakan insulin secara optimal. Kombinasi keduanya menyebabkan kadar gula darah tetap tinggi walau berat badan tergolong rendah.

Para ilmuwan kemudian memperkenalkan istilah “diabetes ramping” untuk menggambarkan kondisi ini. Istilah tersebut memberikan penjelasan baru mengenai bagaimana diabetes dapat berkembang tanpa kehadiran lemak berlebih.

Menurut Dr. V. Mohan selaku presiden MDRF sekaligus penulis senior studi tersebut, temuan itu memiliki dampak besar terhadap cara memandang diabetes. Ia menjelaskan bahwa penemuan ini menjadi dasar pengembangan konsep diabetes presisi yang menyesuaikan pengobatan berdasarkan subtipe pasien.

Diabetes presisi membuka peluang penanganan yang lebih personal. Selain itu, pendekatan ini membantu dokter memahami variasi metabolik yang terjadi pada kelompok penderita berbeda.

Faktor Pencetus Diabetes pada Tubuh Ramping

Diabetes tanpa kelebihan lemak tubuh dapat dipicu banyak hal yang saling berkaitan. Kebiasaan konsumsi makanan tinggi karbohidrat olahan menjadi salah satu pemicunya.

Selain itu, rendahnya aktivitas fisik membuat metabolisme tubuh tidak optimal dalam memproses glukosa. Kondisi tersebut dapat memperburuk fungsi sel beta pankreas yang bertugas menghasilkan insulin.

Faktor genetik juga memainkan peran besar dalam risiko diabetes. Pada beberapa kelompok masyarakat, kecenderungan genetik untuk mengalami gangguan insulin lebih kuat dibanding populasi lain.

Pakar diabetes Kristina Utzschneider menjelaskan bahwa diabetes melitus pada tubuh kurus tidak bisa dianggap langka. Ia memperkirakan sekitar 10–20 persen pengidap diabetes tipe 2 justru memiliki tubuh ramping.

Menurutnya, disfungsi sel beta dan resistensi insulin adalah komponen utama yang mendasari kondisi tersebut. Pada kelompok penderita dengan tubuh kurus, gangguan sekresi insulin sering kali lebih menonjol.

Meski begitu, sebagian pasien tetap dapat memiliki resistensi insulin yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab diabetes pada tubuh ramping tidak selalu tunggal.

Utzschneider menegaskan bahwa kurus tidak selalu berarti seseorang sensitif terhadap insulin. Ia menambahkan bahwa kenaikan BMI memang dapat menurunkan sensitivitas insulin, namun tubuh ramping pun masih bisa mengalami resistensi insulin.

Sebaliknya, seseorang dengan obesitas belum tentu mengalami resistensi insulin yang parah. Perbedaan ini terjadi karena faktor genetik dan metabolik setiap individu memiliki variasi yang luas.

Situasi Diabetes di Indonesia yang Kian Mengkhawatirkan

Di Indonesia, diabetes telah menjadi isu kesehatan yang semakin mendesak. Federasi Diabetes Internasional menetapkan penyakit ini sebagai darurat global.

Dalam laporan terbaru, jumlah populasi dewasa usia 20 hingga 79 tahun yang mengidap diabetes di Indonesia mencapai sekitar 19,47 juta orang. Angka ini setara dengan 10,6 persen populasi dewasa.

Dengan jumlah sebesar itu, berarti satu dari sembilan orang Indonesia mengalami diabetes. Kondisi ini membuat Indonesia menempati posisi kelima sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia.

Para ahli menyebut jumlah sebenarnya dapat lebih besar karena tidak semua penderita terdeteksi. Banyak kasus diabetes tidak terdiagnosis karena gejalanya sering dianggap ringan atau tidak khas.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa diabetes bukan lagi penyakit yang hanya menyerang orang obesitas. Bahkan, tubuh yang terlihat sehat dan ramping tidak menjamin seseorang bebas dari risiko tersebut.

Fenomena diabetes ramping memberikan peringatan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih waspada. Masyarakat perlu memahami bahwa faktor gaya hidup dan genetik dapat bekerja secara diam-diam tanpa ditandai perubahan fisik yang jelas.

Kesadaran ini penting karena deteksi dini dapat memperlambat progres penyakit. Tanpa pemeriksaan rutin, risiko komplikasi akan meningkat.

Perubahan Cara Pandang dalam Penanganan Diabetes

Penemuan subtipe diabetes ramping membuka jalan baru dalam pendekatan medis. Para dokter kini mempertimbangkan lebih banyak faktor daripada sekadar berat badan.

Hal ini membuat pemeriksaan metabolik menjadi lebih penting dalam evaluasi pasien. Setiap individu dapat memiliki penyebab diabetes berbeda sehingga membutuhkan penanganan spesifik.

Konsep diabetes presisi memungkinkan terapi menjadi lebih efektif. Pendekatan ini membantu dokter menyesuaikan pengobatan berdasarkan kebutuhan biologis masing-masing pasien.

Pemahaman lebih mendalam tentang subtipe diabetes juga membantu mencegah kesalahpahaman dalam diagnosis. Tubuh ramping bukan lagi indikator pasti bahwa metabolisme seseorang bekerja dengan baik.

Dengan demikian, edukasi masyarakat tentang risiko diabetes perlu diperluas. Menjaga pola makan sehat, aktif bergerak, dan rutin memeriksa kesehatan menjadi langkah penting untuk semua orang.

Terkini