JAKARTA - Hubungan antara publik dan figur digital semakin sulit dibedakan dari interaksi nyata, sehingga istilah tertentu pun mencerminkan perubahan budaya tersebut. Penetapan kata “parasosial” sebagai Word of the Year 2025 oleh Cambridge Dictionary menjadi gambaran jelas tentang bagaimana kebiasaan berkomunikasi masyarakat bergeser dengan cepat.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hubungan satu arah tidak lagi dipandang sebagai sekadar konsep psikologi media. Kini, istilah itu muncul sebagai bagian dari keseharian masyarakat yang hidup dalam ruang digital yang semakin padat interaksi.
Cambridge Dictionary menjelaskan bahwa parasosial merujuk pada hubungan sepihak yang tercipta antara seseorang dan figur publik tanpa adanya kontak dua arah. Ikatan emosional kuat yang dirasakan seseorang terhadap figur yang sebenarnya tidak berinteraksi langsung dengannya menjadi inti dari istilah tersebut.
Pemilihannya sebagai Word of the Year 2025 menandai besarnya perhatian masyarakat terhadap perubahan relasi antara penggemar dan figur yang mereka ikuti. Lonjakan penggunaan kata ini memperlihatkan bahwa konsep hubungan semacam itu kini memasuki arus utama dan dipahami khalayak luas.
Perkembangan budaya digital membuat istilah parasosial menjadi jauh lebih relevan dibanding sebelumnya. Fenomena ini kini merembes dari dunia fandom selebritas hingga ke hubungan ilusi antara manusia dan chatbot kecerdasan buatan yang semakin canggih.
Para pengamat menyebut situasi ini sebagai tanda zaman yang kompleks, karena batas antara kedekatan nyata dan kedekatan yang dibangun melalui layar semakin kabur. Kondisi tersebut dipandang bisa membawa dampak positif maupun negatif bagi interaksi sosial modern.
Akar dan Perkembangan Istilah Parasosial
Sejarah istilah ini berawal pada tahun 1956 ketika dua sosiolog dari University of Chicago, Donald Horton dan Richard Wohl, memperkenalkannya. Saat itu, mereka meneliti bagaimana pemirsa televisi merasa memiliki hubungan personal dengan tokoh yang rutin tampil di layar mereka.
Cambridge Dictionary menilai bahwa fenomena yang dulu dianggap terbatas pada konsumsi televisi kini menyebar jauh ke media sosial dan dunia digital. Tokoh-tokoh seperti influencer, selebritas internet, hingga figur publik modern menjadi pusat terbentuknya hubungan satu arah tersebut.
Contoh nyata dapat dilihat pada pasangan Taylor Swift dan Travis Kelce yang pertunangannya menarik perhatian besar dan menciptakan rasa kedekatan emosional pada banyak penggemarnya. Meski mayoritas penggemar tersebut belum pernah bertemu langsung, ikatan semu tetap muncul dan terasa begitu kuat.
Situasi serupa terjadi pada penyanyi Lily Allen yang merilis album terbaru berjudul West End Girl. Peluncuran album itu memicu tingginya minat publik terhadap kehidupan pribadinya, memperlihatkan seberapa cepat hubungan parasosial dapat tumbuh melalui media.
Perhatian publik yang sangat besar itu menunjukkan bahwa hubungan parasosial semakin menjadi bagian integral dari konsumsi budaya populer. Fenomena tersebut bukan hanya terjadi dalam konteks hiburan, tetapi juga dalam gaya hidup digital secara keseluruhan.
Lonjakan Penggunaan di Tengah Popularitas Chatbot AI
Cambridge menyebut bahwa tahun 2025 menjadi periode penting bagi meningkatnya penggunaan istilah “parasosial”, terutama karena kekhawatiran baru terkait hubungan satu arah antara manusia dan chatbot AI. Teknologi yang semakin personal dan responsif turut mendorong terciptanya ikatan emosional yang tidak disadari oleh pengguna.
Colin McIntosh dari Cambridge Dictionary mengatakan bahwa perkembangan bahasa publik mencerminkan transformasi tersebut. Menurutnya, istilah yang semula terbatas pada lingkup akademik kini digunakan secara luas karena masyarakat ingin menggambarkan dinamika hubungan dalam era digital.
McIntosh menegaskan bahwa perubahan teknologi, masyarakat, dan budaya membuat bahasa terkait fenomena parasosial berevolusi cepat. Pergeseran ini memperlihatkan bahwa hubungan antara manusia dan figur digital menjadi topik yang semakin mendapat perhatian.
Selain itu, Cambridge juga mencatat peningkatan signifikan dalam pencarian kata tersebut di situs mereka sepanjang tahun. Banyak orang berusaha memahami istilah ini karena mereka merasa berkaitan langsung dengan pengalaman digital sehari-hari.
Perkembangan chatbot yang mampu merespons secara natural membuat sebagian pengguna menaruh kepercayaan emosional berlebihan. Dalam banyak kasus, hal itu memunculkan hubungan parasosial baru yang tidak lagi terbatas pada figur manusia.
Pandangan Psikolog dan Dampak Hubungan Parasosial
Profesor psikologi sosial dari University of Cambridge, Simone Schnall, menyatakan bahwa “parasosial” adalah pilihan kata yang inspiratif untuk tahun ini. Menurutnya, fenomena ini telah mengubah konsep selebritas, budaya fandom, dan cara masyarakat berinteraksi secara daring.
Schnall menilai bahwa banyak hubungan parasosial modern berkembang menjadi intens dan tidak sehat, terutama dengan influencer media sosial. Seseorang dapat merasa mengenal influencer dengan sangat dekat padahal hubungan itu hanya terjadi satu arah.
Ia menjelaskan bahwa sebagian orang menaruh kepercayaan besar kepada influencer yang mereka ikuti secara rutin. Loyalitas ekstrem pun bisa muncul meski tidak ada interaksi nyata antara keduanya.
Dalam pernyataannya, Schnall mengatakan bahwa dinamika tersebut menunjukkan zaman baru yang penuh ketergantungan pada figur digital. Ia mengingatkan bahwa hubungan parasosial bisa menjadi tidak sehat jika memengaruhi cara seseorang memandang realitas.
Schnall juga menyebut bahwa runtuhnya kepercayaan pada media tradisional membuat sebagian masyarakat mencari figur daring sebagai alternatif sumber informasi dan otoritas. Paparan konten dalam durasi panjang membuat banyak pengguna memperlakukan influencer seperti teman dekat, keluarga, atau bahkan sosok pemimpin.
Ia memperingatkan bahwa tren tersebut memasuki tahap baru ketika semakin banyak orang memperlakukan chatbot AI sebagai teman atau tempat mencari validasi emosional. Kondisi ini dianggap mengaburkan batas antara hubungan manusia dan hubungan dengan teknologi.
Munculnya Kata-Kata Baru Lain Sepanjang 2025
Cambridge Dictionary menambahkan sekitar 6.000 kosakata baru sepanjang tahun 2025. Beberapa di antaranya menjadi sorotan luas karena sering digunakan dalam percakapan digital sehari-hari.
Kata “delulu”, yang merupakan permainan dari “delusional”, menjadi salah satu yang paling populer. Istilah itu digunakan untuk menggambarkan cara berpikir berlebihan atau fantasi tinggi dalam konteks humor.
Selain itu, kata “skibidi” juga mendapatkan banyak perhatian karena menyebar cepat di internet. Istilah “tradwife” atau “traditional wife” turut dimasukkan karena sering muncul dalam diskusi mengenai gaya hidup rumah tangga modern.
Cambridge turut menyoroti istilah “slop” yang merujuk pada konten internet berkualitas rendah, terutama yang berasal dari produksi kecerdasan buatan. Kata lain yang menarik perhatian adalah “memeify”, yaitu mengubah sebuah peristiwa atau tokoh menjadi meme yang dengan cepat beredar di dunia maya.
Penambahan kosakata tersebut mencerminkan dinamika bahasa yang terus bergerak mengikuti tren digital global. Perubahan itu sekaligus menunjukkan bagaimana masyarakat semakin aktif menciptakan dan menyebarkan istilah baru.