BI Rate Diproyeksi Tetap 4,75 Persen di Tengah Dinamika Rupiah dan Modal Asing

Rabu, 19 November 2025 | 09:14:29 WIB
BI Rate Diproyeksi Tetap 4,75 Persen di Tengah Dinamika Rupiah dan Modal Asing

JAKARTA - Menjelang pengumuman resmi kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia untuk November 2025, perhatian pasar kembali tertuju pada langkah bank sentral dalam menjaga stabilitas ekonomi. Para ekonom menilai bahwa situasi global yang belum stabil dan tekanan domestik menjelang akhir tahun membuat BI cenderung mempertahankan BI Rate di level 4,75%.

Konsensus yang dihimpun dari proyeksi para ekonom menunjukkan kecenderungan yang sangat jelas terhadap keputusan tersebut. Dalam jajaran 33 ekonom yang disurvei Bloomberg, terdapat 28 ekonom yang memprediksi BI akan menahan suku bunga di posisi saat ini.

Sebagian kecil ekonom lainnya memperkirakan adanya ruang bagi penurunan suku bunga. Sebanyak lima ekonom memproyeksikan BI Rate akan turun ke 4,50% atau terkoreksi sekitar 25 basis poin.

Ekspektasi untuk mempertahankan suku bunga sebagian besar didorong oleh situasi rupiah yang masih memerlukan penyangga tambahan dari sisi kebijakan moneter. Tekanan akhir tahun juga membuat permintaan valas meningkat sehingga membutuhkan respons kebijakan yang terukur.

Stabilitas Imbal Hasil Menjadi Faktor Penentu BI

Salah satu analis yang meyakini bahwa BI akan mempertahankan BI Rate ialah Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang. Dia menilai bahwa keputusan tersebut merupakan langkah logis untuk menjaga daya tarik imbal hasil domestik di tengah tekanan global.

Menurut Hosianna, bank sentral harus tetap berhati-hati terhadap volatilitas global yang belum sepenuhnya mereda. Pada periode seperti ini, kestabilan pasar menjadi prioritas agar aliran modal portofolio tidak mudah labil.

Dia menyebut bahwa permintaan valas yang cenderung meningkat di penghujung tahun berpotensi memberi tekanan tambahan pada rupiah. Oleh karena itu, mempertahankan suku bunga dianggap sebagai cara terbaik untuk menjaga posisi rupiah agar tidak terpukul lebih dalam.

“Serta menjaga diferential yield tetap kompetitif, serta menjaga aliran modal portofolio tetap stabil,” jelas Anna pada Selasa, 18 November 2025. Pernyataan ini memperlihatkan urgensi BI dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan arus modal.

Pada saat bersamaan, kondisi likuiditas perbankan yang longgar juga memberikan ruang bagi BI untuk tidak terburu-buru melakukan pelonggaran kebijakan. Likuiditas yang ample tersebut berasal dari beberapa faktor termasuk pertumbuhan kredit yang solid.

Akselerasi belanja fiskal menjelang akhir tahun juga ikut memberikan bantalan penting bagi pertumbuhan. Pemerintah meningkatkan realisasi belanja program prioritas sehingga mendongkrak aktivitas ekonomi pada kuartal terakhir 2025.

“Kombinasi likuiditas longgar, intermediasi kredit yang tetap solid, dan stimulus fiskal yang mengalir lebih cepat, dinilai cukup untuk mempertahankan momentum ekspansi ekonomi sambil menjaga stabilitas makro dan sentimen pasar hingga awal 2026,” tambahnya. Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa struktur ekonomi saat ini dinilai cukup kuat untuk menghadapi tekanan global.

Rupiah Masih Rentan Sehingga BI Dianggap Enggan Berisiko

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, turut memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga kebijakan pada level 4,75%. Dia menilai tekanan internal dan eksternal masih terlalu besar untuk memungkinkan adanya perubahan signifikan pada suku bunga.

Menurut David, rupiah berada dalam fase tertekan karena ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed pada Desember 2025. Pasar memperkirakan bahwa bank sentral Amerika Serikat akan menahan suku bunga sehingga mendorong penguatan dolar.

“Asing masih cenderung outflow dari pasar portofolio, khususnya SBN,” jelas David pada Selasa, 18 November 2025. Arus keluar tersebut menunjukkan bahwa sentimen terhadap aset negara berkembang masih melemah.

Dia menambahkan bahwa inflasi Indonesia memang bergerak naik namun masih dalam rentang ekspektasi Bank Indonesia. Kondisi ini memberi sedikit ruang bagi BI untuk tidak melakukan penyesuaian suku bunga dalam waktu dekat.

Mengingat kondisi tersebut, mempertahankan suku bunga dianggap langkah yang paling konservatif dan aman. Stabilitas jangka pendek dinilai lebih penting untuk dijaga dibanding melakukan pelonggaran yang berpotensi mendistorsi nilai tukar.

Ekspektasi Pasar Global Ikut Membentuk Arah Kebijakan BI

Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, juga memproyeksikan bahwa BI Rate akan tetap berada pada 4,75% untuk sementara waktu. Dia menilai bahwa perbedaan imbal hasil antara obligasi Indonesia dan Amerika Serikat semakin ketat sehingga perlu diseimbangkan dengan kebijakan yang stabil.

“Perkiraan kita akan mempertahankan, tetap mempertahankan [BI Rate],” ujar Helmi dalam konferensi pers di Jakarta Pusat pada 18 November 2025. Pernyataan ini menekankan bahwa kebijakan moneter BI masih harus selaras dengan dinamika pasar global.

Menurut Helmi, arus modal asing yang keluar dari obligasi dan SRBI pada awal November 2025 turut menjadi pertimbangan utama. Situasi ini membuat langkah penurunan suku bunga dinilai belum tepat dilakukan.

Meski demikian, Helmi tetap memproyeksikan bahwa BI Rate akan mengalami penurunan dua kali lagi dalam beberapa bulan mendatang. Dia memperkirakan bahwa pemangkasan pertama akan dilakukan pada Desember 2025 dan dilanjutkan lagi pada Maret 2026.

Dia memproyeksikan bahwa level suku bunga akan turun ke 4,50% pada Desember 2025. Selanjutnya, BI Rate diprediksi kembali terkoreksi ke 4,25% pada Maret 2026.

“Mengenai outlook suku bunga, kami perkirakan BI Rate masih bisa turun dua kali lagi dari posisi saat ini,” ujarnya. Hal ini didukung ekspektasi bahwa inflasi inti tetap berada dalam batas wajar dan sejalan dengan target BI yakni sekitar 2,5%.

Stabilitas inflasi ini memberi ruang bagi BI untuk melakukan relaksasi kebijakan secara bertahap setelah tekanan pada rupiah mereda. Dengan demikian, penurunan suku bunga dapat dilakukan tanpa mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi.

Stabilitas Jadi Fokus BI Jelang Akhir Tahun

Menahan BI Rate pada level 4,75% dipandang sebagai pilihan yang paling tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka pendek. Kebijakan ini diyakini dapat meredam volatilitas pasar serta meningkatkan kepercayaan pelaku usaha dan investor.

Para ekonom sependapat bahwa tekanan global belum cukup stabil untuk memungkinkan pelonggaran lebih cepat. Oleh karena itu, keputusan BI dinilai akan menggambarkan keseimbangan antara menjaga nilai tukar dan mempertahankan momentum ekonomi.

Terkini