Sarapan Rebusan vs Tradisional: Mana Lebih Sehat dan Cocok Gen Z

Jumat, 14 November 2025 | 15:06:35 WIB
Sarapan Rebusan vs Tradisional: Mana Lebih Sehat dan Cocok Gen Z

JAKARTA - Belakangan, menu rebusan dan kukusan menjadi tren sarapan populer, terutama di kalangan anak muda. Ubi rebus, singkong, kentang, hingga pisang kukus kini menggantikan sarapan berat seperti nasi uduk atau bubur ayam.

Menu ini dianggap lebih sehat karena minim minyak dan lemak tambahan. Banyak yang memilihnya untuk menjaga berat badan, kadar kolesterol, atau gula darah tetap stabil.

Namun, apakah menu rebusan dan kukusan selalu lebih bergizi dibanding sarapan tradisional? Spesialis gizi klinik Ardian Sandhi Pramesti menekankan bahwa pengolahan memang menekan kalori dan mencegah lemak trans.

“Proses seperti ini mengurangi risiko terbentuknya lemak jenuh dari minyak goreng berulang,” ujar Ardian. Meski begitu, sarapan tradisional tetap memiliki nilai gizi tersendiri.

Nilai Gizi Menu Rebusan dan Kukusan

Ubi rebus mengandung 86 kkal, 0,1 g lemak, 20 g karbohidrat, dan 1,6 g protein per 100 gram. Selain itu, ubi kaya serat (3 g), vitamin A dan C, serta kalium yang baik untuk tekanan darah.

Singkong rebus menyediakan 160 kkal, 0,3 g lemak, 38 g karbohidrat, dan 1,4 g protein. Kandungan vitamin C dan kalium tinggi, membantu pencernaan dan menjaga kesehatan jantung.

Kentang rebus memiliki 87 kkal, 0,1 g lemak, 20 g karbohidrat, dan 1,8 g protein. Vitamin B6 dan kalium tinggi dalam kentang mendukung metabolisme energi tubuh.

Pisang rebus mengandung 89 kkal, 0,3 g lemak, 23 g karbohidrat, dan 1,1 g protein. Selain itu, pisang kaya kalium, vitamin B6, dan serat untuk membantu mengontrol gula darah.

Ardian mengingatkan, menu rebusan cenderung tinggi karbohidrat kompleks tapi kurang seimbang jika tanpa protein dan sayur. “Ikuti pedoman Isi Piringku: sepertiga karbohidrat, sepertiga protein, dan setengah sayur serta buah,” ujarnya.

Sarapan Tradisional Indonesia

Bubur ayam memiliki 300–400 kkal per porsi, dengan 5–12 g lemak dan 10–27 g protein. Protein dari ayam cukup tinggi, tetapi serat rendah dan bisa memicu lonjakan gula darah jika tidak disertai sayur.

Lontong sayur memiliki 300–350 kkal per porsi, 8–15 g lemak, dan 8–10 g protein. Kandungan serat dari sayur ada, tapi lemak jenuh tinggi akibat santan yang digunakan.

Nasi uduk menawarkan 300–400 kkal per porsi, 10–12 g lemak, dan 6–8 g protein. Jika disajikan dengan lauk gorengan atau porsi besar, kalori meningkat signifikan.

“Menu rebusan rata-rata hanya 80–160 kkal per 100 gram dengan lemak di bawah 0,5 gram,” kata Ardian. Sementara sarapan tradisional umumnya 300–400 kkal per porsi dengan lemak 8–15 gram karena tambahan santan atau minyak.

Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing

Menu rebusan fokus pada serat dan vitamin C dan A yang bersifat antioksidan. Kandungan kalorinya ringan, cocok untuk yang ingin sarapan sehat dan menjaga berat badan.

Sarapan tradisional seperti bubur ayam atau nasi uduk memberikan energi cepat dari karbohidrat dan protein. Namun, tambahan santan dan minyak meningkatkan lemak jenuh, sehingga harus dikonsumsi dengan porsi wajar.

Kesimpulannya, keduanya memiliki nilai gizi yang berbeda, dan tidak ada yang sepenuhnya ‘lebih sehat’. Kuncinya adalah porsi, frekuensi, dan keseimbangan nutrisi.

Sesekali menikmati sarapan tradisional tidak masalah, selama diimbangi gaya hidup aktif dan menu bergizi di waktu makan lain. Dengan pemilihan menu yang tepat, sarapan tetap nikmat sekaligus mendukung kesehatan tubuh.

Terkini