JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah merampungkan usulan kebijakan insentif bagi sektor otomotif. Langkah ini akan diajukan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bagian dari paket kebijakan fiskal tahun 2026.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, sektor otomotif memiliki multiplier effect tinggi bagi perekonomian. “Multiplier effect yang tinggi, baik keterkaitan ke depan dan belakang subsektor terhadap sektor lain dalam ekonomi nasional, dan penyerapan tenaga kerja yang tinggi, membuat kami mengambil keputusan mengusulkan insentif,” ujar Agus di Jakarta.
Langkah ini mirip dengan skema insentif otomotif yang diterapkan saat pandemi Covid-19. Tujuannya untuk mempercepat pemulihan industri dan menjaga daya saing di pasar domestik maupun global.
Fokus Utama: Tenaga Kerja dan Investasi
Usulan insentif yang dirumuskan Kemenperin menekankan perlindungan tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja baru. Kebijakan ini juga bertujuan menjaga keberlanjutan investasi industri otomotif di Indonesia.
“Harapan kami, sektor otomotif mendapat perhatian khusus sehingga ada perlindungan terhadap tenaga kerja yang sudah ada dan menciptakan lapangan kerja baru,” jelas Agus. Dengan insentif fiskal 2026, industri diharapkan tumbuh lebih cepat dan berkontribusi signifikan pada manufaktur serta ekonomi nasional.
Industri otomotif menjadi salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap PDB manufaktur dan ekspor. Investasi sektor ini tercatat sekitar Rp174 triliun, dengan penyerapan hampir 100.000 tenaga kerja langsung di kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.
Selain itu, jutaan pekerja lain terlibat di rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel. “Jika sektor ini terganggu, dampaknya berantai ke banyak industri lain dan jutaan pekerja,” tegas Agus.
Integrasi Insentif dengan Kendaraan Listrik
Perumusan insentif 2026 mempertimbangkan transisi menuju kendaraan rendah emisi dan elektrifikasi. Saat ini, insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik berbasis baterai serta sebagian kendaraan bus berlaku hingga 2025.
Kemenperin menegaskan usulan baru akan disinergikan dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Hal ini termasuk kelanjutan insentif untuk pembelian motor listrik yang sebelumnya sudah diluncurkan pemerintah.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi memperkuat rantai pasok produksi otomotif dalam negeri. Dengan integrasi insentif dan elektrifikasi, diharapkan industri otomotif lebih kompetitif secara global.
Pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga utilisasi produksi dan melindungi investasi di tengah tekanan daya beli konsumen. Skema insentif diharapkan mampu menjaga stabilitas industri sekaligus mendorong pertumbuhan permintaan domestik.
Kolaborasi dengan Pelaku Industri
Kemenperin terus memperkuat dialog dengan asosiasi dan pelaku industri otomotif. Hal ini dilakukan untuk mematangkan skema insentif yang paling tepat sasaran bagi sektor tersebut.
“Koordinasi dilakukan dengan Kemenko Ekon, Kementerian Keuangan, serta asosiasi seperti Gaikindo dan pelaku industri lainnya,” kata Agus. Tujuannya menjaga daya saing, memperkuat ekosistem rantai pasok, dan memastikan industri otomotif tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Insentif fiskal ini diharapkan tidak hanya memacu produksi dan penjualan kendaraan, tetapi juga memperkuat industri komponen lokal. Peningkatan kapasitas produksi dalam negeri diyakini akan menekan ketergantungan impor dan meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Kebijakan ini juga dapat mendorong inovasi dan adopsi teknologi baru, termasuk kendaraan listrik dan ramah lingkungan. Dengan demikian, industri otomotif dapat tetap relevan dalam menghadapi dinamika pasar global dan tren dekarbonisasi.