Diplomasi Sawit Indonesia Menguat Saat Wamenlu Soroti Standar Keberlanjutan Global

Jumat, 14 November 2025 | 09:33:57 WIB
Diplomasi Sawit Indonesia Menguat Saat Wamenlu Soroti Standar Keberlanjutan Global

JAKARTA - Indonesia kembali menegaskan sikap tegasnya dalam memperjuangkan keadilan standar keberlanjutan industri sawit pada forum internasional. Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno dalam 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan 2026 Price Outlook yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada Kamis.

Dalam kesempatan itu, Arif Havas menyoroti perlunya penerapan standar keberlanjutan yang bersifat universal dan tidak memihak satu kawasan. Ia menekankan bahwa standar global seharusnya berlaku seragam dan tidak menguntungkan pihak tertentu saja.

Wamenlu secara khusus mengkritisi regulasi yang diterapkan Uni Eropa melalui European Union Deforestation Regulation atau EUDR. Ia menilai aturan tersebut tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan internasional yang seharusnya mengedepankan keadilan dan kesetaraan.

Menurut Arif Havas, EUDR justru membebani petani kecil yang belum memiliki kapasitas untuk mengikuti persyaratan yang sangat teknis dan mahal. Aturan itu juga dinilai menciptakan diskriminasi terhadap negara berkembang yang selama ini sudah berupaya meningkatkan praktik industri sawit berkelanjutan.

Sorotan terhadap EUDR yang Dinilai Tidak Adil bagi Negara Berkembang

Regulasi EUDR menjadi topik utama yang dibedah secara kritis oleh Arif Havas pada forum tersebut. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan prinsip keadilan sosial dalam rantai pasok global.

“Prinsip universal menjadi hukum internasional. Maka standarnya pun harus berlaku secara universal,” katanya dalam sambutannya yang disiarkan secara daring.

Ia menambahkan bahwa tidak sepantasnya standar pengelolaan sawit negara barat dianggap lebih baik dibandingkan negara-negara ASEAN. Menurutnya, EUDR seharusnya mengadopsi standar yang setara dan tidak menempatkan kawasan tertentu pada posisi yang lebih tinggi.

Wamenlu mengkritik bahwa regulasi tersebut masih menempatkan negara berkembang pada posisi yang kurang menguntungkan. Ia menilai adanya ketidakseimbangan dalam penilaian keberlanjutan yang ditekankan Uni Eropa.

Lebih jauh, ia juga menyoroti bahwa pendekatan EUDR berpotensi melanggar prinsip keadilan sosial di sepanjang rantai pasok. Hal ini menjadi perhatian serius karena dapat memengaruhi jutaan petani kecil yang bergantung pada industri sawit.

Usulan Mekanisme Komunikasi Baru untuk Kolaborasi yang Lebih Setara

Sebagai langkah solusi, Arif Havas mengajukan mekanisme komunikasi yang pernah berhasil diterapkan Indonesia bersama Uni Eropa dalam perjanjian FLEGT-VPA pada sektor kehutanan. Menurutnya, pengalaman itu dapat dijadikan acuan dalam membangun dialog yang lebih konstruktif.

Wamenlu mengusulkan pembentukan Licensing Information Unit di Indonesia sebagai pintu resmi komunikasi dengan otoritas Eropa. Unit tersebut nantinya bertugas memverifikasi asal-usul dan status keberlanjutan produk yang berasal dari Indonesia.

Ia menegaskan bahwa semua data tetap disimpan di Indonesia untuk memastikan kedaulatan informasi tetap terjaga. Dengan demikian, proses verifikasi dapat berjalan tanpa mengorbankan kendali negara terhadap data strategis.

Selain itu, ia pun menekankan perlunya integrasi antara dashboard nasional Indonesia dengan sistem EUDR. Integrasi ini diharapkan mampu mempermudah proses verifikasi dokumen serta memastikan komunikasi antarotoritas berjalan dengan lebih efisien.

Mekanisme tersebut, menurut Arif Havas, memungkinkan proses penilaian keberlanjutan tanpa menambah beban pada petani kecil. Ia ingin memastikan bahwa semua pihak tetap dapat berpartisipasi dalam rantai pasok global secara adil.

"Dengan pendekatan ini, implementasi EUDR dapat menjadi lebih adil, proporsional, dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan internasional," ujarnya. Ia berharap konsep tersebut menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan seluruh pihak.

Komitmen Indonesia Terhadap Sawit Berkelanjutan Diperkuat Berbagai Kebijakan

Sebelum penyampaian Wamenlu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Rachmat Pambudy turut menekankan peta jalan sawit masa depan. Ia menyebut bahwa tiga pilar utama peta jalan tersebut adalah keberlanjutan, keadilan, dan diplomasi.

Rachmat menegaskan pentingnya Indonesia menjaga keberlanjutan industri sawit yang telah menjadi andalan ekonomi nasional. Ia ingin memastikan bahwa industri sawit tidak hanya kuat secara ekonomi tetapi juga sejalan dengan prinsip keberlanjutan global.

Indonesia, menurutnya, telah memperlihatkan komitmen kuat melalui sejumlah terobosan strategis. Ia mencontohkan kemenangan Indonesia dalam sengketa diskriminasi sawit di WTO sebagai bukti bahwa negara ini memiliki posisi yang kokoh.

Selain itu, penguatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kualitas industri sawit. Sertifikasi tersebut bertujuan memastikan bahwa praktik sawit nasional memenuhi standar keberlanjutan internasional.

Rachmat menambahkan bahwa reforma regulasi dilakukan untuk menyederhanakan prosedur dan meningkatkan efektivitas kebijakan. Ia juga menyoroti pentingnya modernisasi petani kecil agar mampu berdaya saing dalam rantai pasok global yang semakin kompleks.

Sektor sawit, menurut Rachmat, memiliki potensi besar untuk berkembang secara inklusif. Ia ingin memastikan bahwa peluang tersebut dapat dirasakan oleh semua pelaku termasuk petani skala kecil.

Pemerintah Perkuat Sistem dan Sertifikasi untuk Tingkatkan Daya Saing Global

Senada dengan itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat sistem sertifikasi ISPO. Ia menjelaskan bahwa penguatan ISPO menjadi dasar untuk meningkatkan daya saing industri sawit Indonesia di pasar internasional.

Airlangga juga mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mengembangkan sistem informasi ISPO yang lebih transparan. Sistem tersebut dirancang agar mampu memberikan pelacakan secara real-time untuk semua aktivitas yang berkaitan dengan sertifikasi.

Dengan pengembangan sistem ini, pemerintah berharap proses sertifikasi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat. Hal ini sekaligus memperkuat kepercayaan pasar internasional terhadap produk sawit Indonesia.

Airlangga menilai bahwa penguatan sertifikasi dan sistem informasi merupakan strategi penting dalam menghadapi tantangan global. Ia ingin memastikan bahwa industri sawit Indonesia tetap berdaya saing dalam situasi persaingan yang semakin ketat.

Melalui pendekatan ini, pemerintah mendorong terciptanya industri sawit berkelanjutan yang mampu menjawab tuntutan pasar. Semua langkah tersebut diharapkan memberi dampak positif bagi petani, pelaku usaha, dan sektor perekonomian nasional.

Terkini