Harga TBS Sawit Riau Turun, Petani Swadaya Waspadai Tekanan Harga CPO Global

Kamis, 13 November 2025 | 09:02:22 WIB
Harga TBS Sawit Riau Turun, Petani Swadaya Waspadai Tekanan Harga CPO Global

JAKARTA - Penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit di Provinsi Riau kembali menjadi sorotan para petani. Tren pelemahan ini terjadi pada periode 12–18 November 2025, dan membuat pendapatan petani swadaya berpotensi tertekan akibat turunnya harga jual di tingkat pabrik.

Meski fluktuasi harga sawit dianggap hal yang wajar, penurunan kali ini menjadi perhatian karena terjadi bersamaan dengan turunnya harga minyak sawit mentah (CPO) dan kernel di pasar global. Kondisi ini memperlihatkan betapa sensitifnya rantai bisnis sawit terhadap dinamika harga dunia.

Penurunan Harga di Semua Kategori Umur Tanaman

Harga pembelian TBS sawit untuk kemitraan swadaya di Riau pekan ini tercatat mengalami penurunan dari minggu sebelumnya. Untuk tanaman berumur sembilan tahun, harga ditetapkan sebesar Rp 3.390,42/kg, atau turun sebesar Rp 118,67/kg dibandingkan periode sebelumnya.

Penurunan sekitar 3,38 % ini menjadi sinyal bagi petani untuk lebih berhati-hati dalam perencanaan panen dan pengiriman hasil. Sebab, harga sawit di tingkat petani sangat bergantung pada nilai jual CPO di pasar ekspor yang cenderung melemah beberapa pekan terakhir.

Selain umur sembilan tahun, hampir seluruh kategori umur tanaman juga mengalami perubahan harga. Penyesuaian ini dilakukan oleh tim penetapan harga sawit provinsi sesuai mekanisme perhitungan berbasis indeks K yang berlaku.

Berikut rincian lengkap harga TBS sawit kemitraan swadaya di Provinsi Riau periode 12–18 November 2025:

Umur Tanaman (Tahun)Harga per Kg (Rp)
3 tahun2.623,73
4 tahun2.927,31
5 tahun3.142,79
6 tahun3.264,22
7 tahun3.337,58
8 tahun3.378,11
9 tahun3.390,42
10–20 tahun3.354,52
21 tahun3.297,48
22 tahun3.231,95
23 tahun3.157,45
24 tahun3.101,06
25 tahun3.054,76

Penetapan harga tersebut menggunakan Indeks K sebesar 92,62 %, yang mencerminkan rasio antara harga CPO dan harga kernel terhadap biaya pengolahan dan transportasi. Semakin rendah indeks ini, semakin kecil pula harga yang diterima petani dari hasil penjualan TBS mereka.

Tekanan dari Harga CPO dan Kernel yang Melemah

Penurunan harga TBS sawit Riau pekan ini erat kaitannya dengan menurunnya harga CPO dan kernel di pasar domestik maupun internasional. Kondisi pasar global yang belum stabil, terutama karena permintaan ekspor dari negara-negara besar seperti India dan Tiongkok yang menurun, menjadi faktor utama penurunan ini.

Harga CPO di beberapa pelabuhan utama Indonesia mengalami koreksi seiring dengan melemahnya harga minyak nabati dunia. Para analis memperkirakan, pelemahan ini bisa berlanjut jika tidak ada peningkatan permintaan baru dalam waktu dekat.

Selain itu, peningkatan pasokan dari negara produsen lain seperti Malaysia turut menambah tekanan di pasar internasional. Ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan membuat harga CPO sulit naik signifikan dalam jangka pendek.

Petani sawit swadaya di Riau pun merasakan dampak langsungnya. Ketika harga TBS turun, margin keuntungan menjadi tipis bahkan bisa tergerus oleh biaya transportasi dan operasional.

Beberapa petani menyebutkan bahwa mereka terpaksa menahan penjualan hasil panen dalam beberapa hari terakhir. Strategi ini dilakukan untuk menunggu potensi kenaikan harga yang lebih baik dalam periode berikutnya.

Petani Swadaya Didorong Perkuat Efisiensi dan Kualitas

Dalam situasi harga yang cenderung melemah, para petani swadaya diimbau memperkuat efisiensi di tingkat kebun. Langkah ini menjadi kunci agar pendapatan tetap terjaga meski harga jual menurun.

Peningkatan produktivitas tanaman menjadi prioritas utama bagi petani kecil di Riau. Dengan kualitas buah yang baik dan tingkat rendemen tinggi, nilai jual TBS masih dapat bersaing di pasar meski harganya turun.

Pemerintah daerah dan lembaga terkait juga terus mendorong pelatihan pengelolaan kebun sawit berkelanjutan. Program seperti sertifikasi ISPO dan pengelolaan lahan ramah lingkungan menjadi bagian penting untuk meningkatkan daya tawar petani di pasar.

Sinergi antara koperasi petani dan pabrik kelapa sawit (PKS) juga menjadi kunci keberlanjutan rantai pasok. Melalui kemitraan yang lebih solid, petani dapat memperoleh kepastian harga yang lebih stabil di masa depan.

Selain itu, lembaga keuangan mikro di daerah mulai didorong untuk memberikan akses pembiayaan ringan bagi petani swadaya. Dukungan ini penting agar petani tidak terjebak pada biaya produksi tinggi yang bisa menurunkan profitabilitas.

Prospek Harga Sawit: Fluktuasi Masih Akan Terjadi

Meski harga saat ini mengalami penurunan, prospek sawit di Riau masih memiliki potensi untuk pulih dalam jangka menengah. Analis memperkirakan bahwa menjelang akhir tahun, permintaan minyak nabati global bisa meningkat karena kebutuhan industri makanan dan energi.

Namun, pemulihan harga diperkirakan tidak akan berlangsung cepat. Faktor cuaca, kebijakan ekspor, serta tren ekonomi global akan sangat menentukan arah harga sawit dalam beberapa bulan mendatang.

Pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mengawasi dinamika harga agar tidak terlalu membebani petani. Salah satu upayanya adalah menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dan kebutuhan ekspor.

Sementara itu, para petani di Riau berharap agar harga kembali stabil di atas Rp 3.500/kg pada periode berikutnya. Harapan ini muncul seiring prediksi perbaikan harga CPO internasional pada akhir kuartal keempat tahun 2025.

Bagi petani swadaya, kestabilan harga bukan sekadar angka ekonomi, melainkan penentu kelangsungan hidup keluarga mereka. Sebab, sebagian besar petani di Riau menggantungkan penghasilan utama dari hasil penjualan TBS setiap minggu.

Dengan harga yang kini berada di kisaran Rp 3.000 – Rp 3.400 per kilogram, mereka berharap dukungan kebijakan pemerintah dan industri dapat membantu menahan penurunan lebih lanjut. Jika tidak, tekanan ekonomi bagi petani bisa semakin besar, terutama menjelang masa panen raya.

Penurunan harga TBS sawit di Riau pada periode 12–18 November 2025 menjadi cerminan fluktuasi pasar global yang memengaruhi sektor hulu perkebunan. Dengan harga turun hingga Rp 118,67/kg, para petani swadaya perlu lebih tangguh menghadapi tekanan pasar.

Kendati demikian, peluang pemulihan tetap terbuka bila strategi efisiensi dan peningkatan kualitas produksi dilakukan secara konsisten. Dukungan dari pemerintah, lembaga keuangan, dan industri pengolahan akan sangat menentukan kemampuan petani bertahan di tengah dinamika harga sawit dunia.

Terkini