JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu, 12 November 2025, bergerak fluktuatif dan ditutup melemah di kisaran Rp16.690–Rp16.730 per dolar AS. Pada perdagangan Selasa, 11 November 2025, mata uang Garuda tercatat melemah 40 poin ke level Rp16.694 per dolar AS.
Sejak awal tahun, rupiah telah terkoreksi sekitar 3,5 persen, menjadikannya mata uang dengan kinerja terlemah di kawasan Asia. Pelemahan ini dipicu oleh pemangkasan suku bunga, kekhawatiran independensi bank sentral, serta meningkatnya risiko fiskal nasional.
Faktor Eksternal yang Memengaruhi
Ahli strategi Citigroup memperkirakan rupiah akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek. Bank Indonesia (BI) dinilai lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan stabilitas nilai tukar, sementara neraca perdagangan tertekan oleh gangguan operasional tambang Freeport-McMoRan Inc.
Sentimen positif datang dari Amerika Serikat setelah Senat pada Selasa malam menyetujui rancangan undang-undang pendanaan pemerintah. Langkah ini diharapkan mengakhiri penutupan pemerintah terpanjang dalam sejarah yang telah berlangsung 41 hari dan membuka jalan bagi rilis data ekonomi resmi AS.
Selain itu, pasar terus mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga acuan AS pada Desember mendatang. Namun, The Federal Reserve dalam pertemuan Oktober lalu menepis ekspektasi pemangkasan suku bunga tersebut.
Dampak Geopolitik dan Harga Komoditas
Tensi geopolitik meningkat di Eropa setelah Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur energi Rusia. Serangan balasan dari Moskow menekan stabilitas kawasan dan mendorong kenaikan harga minyak dunia akibat gangguan produksi energi.
Kondisi tersebut turut memengaruhi pasar valuta dan mendorong investor mencari aset aman. Rupiah pun merasakan tekanan tambahan akibat ketidakpastian geopolitik dan pergerakan harga komoditas global.
Isu Redenominasi dan Kebijakan Dalam Negeri
Dalam negeri, isu rencana redenominasi rupiah menjadi perhatian pelaku pasar. Kementerian Keuangan menegaskan kebijakan tersebut belum akan diterapkan dalam waktu dekat sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025, yang menargetkan penyusunan Rancangan Undang-Undang Redenominasi pada 2026.
Bank Indonesia menyatakan proses pembahasan dasar hukum redenominasi akan dilakukan bersama pemerintah dan DPR. Redenominasi sendiri dimaknai sebagai penyederhanaan jumlah digit nominal rupiah tanpa mengubah daya beli, untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan memperkuat kredibilitas mata uang nasional.
Proyeksi Rupiah ke Depan
Ahli valuta menilai rupiah akan tetap bergerak fluktuatif hingga akhir tahun 2025. Faktor eksternal dan internal, mulai dari keputusan BI, kebijakan fiskal, hingga geopolitik global akan menjadi kunci arah pergerakan rupiah ke depan.
Investor dianjurkan untuk memantau perkembangan suku bunga global, harga komoditas, dan isu redenominasi. Stabilitas rupiah akan sangat bergantung pada sinergi kebijakan moneter dan fiskal pemerintah di tengah dinamika ekonomi domestik dan global.